RI Jadi Target Impor Baju Bekas, Rachmat Gobel: Ancaman Bagi Industri Garmen Dalam Negeri

Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel. (Foto: Istimewa)

Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel, menyoroti Indonesia yang menjadi target impor baju bekas dari berbagai negara.

Menurut dia, impor baju bekas mengancam keberadaan industri garmen kecil dan rumahan.

Selain melanggar peraturan, impor baju bekas juga tidak ramah lingkungan karena Indonesia seperti menerima barang buangan atau sampah.

“Ini sangat merugikan industri garmen rumahan yang berskala UMKM dan juga tidak ramah lingkungan,” kata Rachmat Gobel, seperti dikutip Antara, di Jakarta, Minggu (12/6/2022).

Pemberitaan media nasional beberapa waktu lalu mengungkapkan masih marak impor pakaian bekas dengan nilai triliunan rupiah, bahkan angkanya terus meningkat sejak 2017.

Rachmat Gobel yang pernah menjadi Menteri Perdagangan, mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 menyebutkan impor pakaian bekas dilarang dan jika sudah masuk harus dimusnahkan.

Hal itu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Larangan impor baju bekas tersebut, dimaksudkan untuk menjaga industri garmen rumahan dan UMKM yang juga merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional karena banyak menyerap tenaga kerja terutama dari lapisan bawah.

Dia menegaskan, impor pakaian bekas tidak sesuai dengan konsep Presiden Joko Widodo yang ingin membangun Indonesia dari daerah pinggiran, desa, dan dari sektor UMKM.

​​​​​​”Impor pakaian bekas tentu bertentangan dengan visi Bapak Presiden dan memperburuk ekonomi di lapis bawah serta melemahkan UMKM,” ujar Rachmat Gobel.

Dia menjelaskan, pakaian bekas juga berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan karena di negara asalnya dikategori limbah dan sampah

“Tak semua pakaian bekas itu bisa layak pakai dan akan menjadi sampah bagi Indonesia,” ungkap Rachmat Gobel.

Dia menambahkan, membangun industri, khususnya garmen, membutuhkan kreativitas dan intelektual karena harus memahami desain, tren, pasar, manajemen industri, hingga manajemen sumber daya manusia.

“Ini tidak sebanding dengan skill importir pakaian bekas yang hanya membutuhkan koneksi dengan para pemegang kekuasaan dan kekuatan modal saja,” kata Rachmat Gobel.(Sumber)