News  

Rico Marbun: Jokowi Jadikan Reshuffle Kabinet Ajang Konsolidasi Capres Tunggal di 2024

Presiden Joko Widodo bersama tujuh Ketum parpol koalisi sebelum pelantikan Zulkifli Hasan dan Hadi Tjahjanto beserta sejumlah wakil menteri/Net

Momentum reshuffle jilid II yang dilakukan Presiden Joko Widodo kental nuansa politik, mengingat ada tujuh ketum parpol pendukung pemerintahannya berkumpul satu meja dalam santapan makan siang.

Begitu bacaan Direktur Eksekutif Median Rico Marbun, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (16/6).

Rico menjelaskan, selain memperlihatkan kebersamaannya bersama tujuh ketum parpol koalisi di ruang Presidetial Lounge Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu kemarin (15/6), Jokowi juga nampak berjalan berdampingan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri setelahnya untuk menyaksikan pelantikan menteri baru.

“Secara khusus setelah semua ketum parpol ada di lokasi, Presiden (Jokowi) secara khusus berjalan mendampingi Ibu Mega. Ada pesan dan persepsi yang bisa terbentuk di situ,” ujar Rico.

Dari bahasa tubuh yang sederhana tersebut, Rico menangkap sebuah makna yang dimaksudkan Jokowi untuk niatan politisnya.

“Sebagai simbol dan upaya keras Presiden (Jokowi) untuk tetap menjaga Ibu Mega dalam barisan Pak Jokowi,” tuturnya.

Maka dari itu, Rico melihat Jokowi tengah membuka peluangnya sendiri untuk membentuk koalisi Pilpres 2024 dengan mengajak tujuh parpol yang hadir dalam momentum reshuffle kemarin.

“Jumlah parpol itu bisa digunakan untuk memperkuat beberapa agenda politik.

Salah satu agenda yang terasa ialah kemungkinan adanya mobilisasi dan konsolidasi partai-partai untuk ada dalam satu koalisi mendukung capres yang direstui oleh Pak Jokowi,” katanya.

Bahkan, dengan komposisi parpol yang semuanya ada di parlemen tersebut, Jokowi mampu membuat skenario paling ekstrem di Pilpres 2024 nanti.

Yakni hanya memunculkan calon tunggal, mengingat partai lain tidak akan mampu memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

“Yang jelas kalau reshuffle dianggap sebagai alat konsolidasi politik, dan ini berlanjut menuju persiapan 2024, ini bisa menuju ke arah single ticket di 2024.

Di pilkada kan itu terjadi, kandidat vs kotak kosong,” demikian Rico.(Sumber)