Bupati Merauke Romanus Mbaraka mengklarifikasi pernyataannya terkait perjuangan mendorong pengesahan revisi UU Otsus Papua dan UU Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua.
Romanus menyebut pernyataannya telah diplintir, sehingga seolah-olah pihaknya memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR untuk meloloskan pasal pemekaran dalam revisi UU Otsus Papua tersebut.
“Saya memohon agar tidak dipelintir atau dipelesetkan. Saya pertegas lagi, tak ada suap menyuap kepada DPR RI,” tegas Romanus dalam keterangannya, Jumat (15/7).
Romanus menyampaikan permohonan maaf kepada dua anggota DPR RI, Yan P. Mandenas dan Komarudin Watubun, yang disebutkan dalam video sambutan pidatonya di halaman kantor Bupati Merauke.
“Saya secara pribadi dan atas nama Pemerintah Kabupaten Merauke menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Komarudin Watubun dan Bapak Yan P Mandenas yang saya sebutkan nama mereka dalam sambutan di halaman kantor Bupati beberapa hari lalu setelah kembali mengikuti penetapan Rancangan Undang-Undang Provinsi Papua Selatan menjadi Undang-Undang di DPR RI 30 Juni 2022 lalu,” tuturnya.
Romanus mengakui, dua wakil rakyat di Senayan itu disinggungnya dalam pidato karena sudah banyak membantu terwujudnya daerah otonomi baru (DOB) Papua Selatan.
Namun, menurut Romanus, pidatonya tidak dimuat utuh alias dipenggal-penggal sehingga terkesan Yan P. Mandenas dan Komarudin Watubun menerima uang untuk meloloskan pasal pemekaran dalam revisi UU Otsus Papua.
Dia juga menegaskan, rakyat di Merauke, Boven Digoel, Mappi, serta Asmat selama kurang lebih 20 tahun berjuang agar Papua Selatan menjadi sebuah provinsi.
Perjuangan mereka akhirnya terwujud, tak lepas dari dukungan kedua anggota DPR yang disebutnya.
“Mereka memperhatikan kami masyarakat selatan Papua, kesempatan mendengar aspirasi, sosialisasi dan membuka ruang diskusi.
Dalam berbagai kesempatan RDP dan reses. Bukan kami menyuap mereka. Itu tidak benar sama sekali. Dan sekali lagi saya sampaikan ini perjuangan dan penantian kami yang lama hampir 20 tahun lebih,” tuturnya.
Romanus juga mengatakan bahwa perjalanan mewujudkan Provinsi Papua Selatan dengan semangat jiwa dan raga serta tekad yang bulat semata-mata demi kesejahteraan rakyat di wilayah paling timur Indonesia.
“Banyak pejuang telah meninggal tetapi api perjuangan ini tidak pernah padam dan sekali lagi bukan dengan penyuapan.
Yang lain mungkin kontra dengan kami, tapi kami sepakat sehati menerima pemekaran,” terangnya.
Karena itu, Romanus mengaku heran jika dituduh menyuap anggota dewan di Senayan sebagaimana ramai diperbincangkan.
“Kami di selatan Papua (Merauke) tak memiliki uang. Dari mana bisa didapatkan uang untuk menyuap wakil rakyat di Senayan. Sekali lagi kami tak lakukan,” tegasnya.
“Saya pertegas lagi, tak ada suap menyuap kepada DPR RI. Karena kami tak punya uang. Anggaran pembangunan di Merauke tidak cukup, sehingga harus bermandikan keringat dan air mata darah membangun tanah Selatan Papua khususnya daerah ini,” imbuhnya.
Kalau ada yang memelintir bahwa hal ini adalah bagian dari suap, Romanus memastikan sama sekali tidak benar.
Romanus tak mau persaudaraan yang sudah terjalin dari Sabang sampai Merauke tercerai-berai karena kepentingan politik tertentu.
Untuk itu, dia meminta semua pihak khususnya masyarakat di wilayah selatan bersinergi mendukung lahirnya Provinsi Papua Selatan.
Pasalnya, menurut dia, persetujuan DOB Papua Selatan betul-betul atas aspirasi masyarakat setempat.
“Saya meminta kalau ada teman-teman yang kontra, kami menyampaikan permohonan maaf. Bapak ibu boleh mengecek di seluruh penggalan tanah di selatan Papua, kami setuju daerah ini menjadi provinsi. Sehingga ketika RUU ditetapkan, kami merasa senang sekali,” katanya.
Menurut Romanus, kehadiran Provinsi Papua Selatan menjadi salah satu upaya negara mendorong kemajuan serta kesejahteraan di tanah Papua.
“Komitmen kami jelas bahwa orang asli Papua (OAP) menjadi prioritas serta utama dalam seluruh kebijakan pembangunan serta perencanaan program pembangunan di berbagai bidang,” demikian Romanus.(Sumber)