News  

Gugatan Skema Ponzi Emas Rp.1 Triliun Dikabulkan, Aset 22 Korban Dikembalikan

Majelis Hakim PN Tangerang mengabulkan penggabungan gugatan ganti kerugian yang diajukan oleh Korban Skema Ponzi Rp1 Triliun.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa Budi Hermanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan dan pencucian uang dan menjatuhkan pidana selama 13 tahun, dan denda Rp2 Miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim menolak seluruh eksepsi pihak tergugat.

“Tergugat dinyatakan melakukan wanprestasi dan Majelis Hakim menghukum tergugat membayar ganti kerugian sebesar Rp53 Miliar pada 8 orang korban yang menggugat,” kata Managing Partner VISI LAW OFFICE, Febri Diansyah, dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Rabu (20/7) malam.

Selain memerintahkan agar tergugat membayar ganti rugi, majelis hakim juga memerintahkan agar barang bukti aset yang disita dari nomor 265 sampai dengan 287 dikembalikan pada 22 orang korban secara proporsional.

Rincianya: 22 orang korban ini terdiri dari 16 korban yang masuk dalam berkas perkara dan 6 korban tambahan yang diajukan menggunakan Gugatan Pasal 98 KUHAP.

“Penegasan pada pertimbangan hakim dan amar putusan tersebut kami sambut baik.

Kami di VISI LAW OFFICE berharap putusan menjadi inspirasi bagi seluruh penegak hukum untuk lebih serius memperhatikan hak para korban kejahatan,” tambah Febri Diansyah.

Putusan yang menggabungkan perkara perdata dan pidana tersebut dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada Pk15.00 WIB hari ini (20/7) dengan majelis Hakim FATHUL MUJIB, S.H., M.H. (Ketua), RAKHMAN RAJAGUKGUK, S.H., M.Hum. (Anggota I), ARIF BUDI CAHYONO, SH. (Anggota II).

Sebelumnya penggabungan gugatan menggunakan Pasal 98 KUHAP ini diajukan oleh 8 orang korban yang didampingi oleh Kantor Hukum VISI LAW OFFICE. Gugatan ini diajukan dengan tujuan, agar proses peradilan pidana lebih serius memperhatikan nasib korban kejahatan.

Dalam amar putusannya, selain mempertimbangkan pembuktian Dakwaan JPU, sesuai Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Majelis Hakim membuat uraian terpisah secara rinci sebelum mengabulkan Gugatan Pasal 98 KUHAP.

Dalam salah satu pertimbangannya, hakim menegaskan pemahaman frase “orang lain” pada Pasal 98 ayat (1) KUHAP, berarti membuka ruang bagi siapa saja yang merasa dirugikan akibat perbuatan terdakwa untuk mengajukan gugatan sebelum JPU mengajukan Tuntutan.

Namun jika ada korban yang tidak ikut menggugat tentu saja hal itu merupakan pilihan masing-masing korban.

“Kami sambut baik putusan tersebut, semoga ini menjadi terobosan penting di praktik peradilan kita agar posisi korban lebih diperhatikan dan kerugian korban dipulihkan dari aset yang disita,” tandas Febri Diansyah.

Di lain pihak, sesuai Hukum Acara (KUHAP) yang berlaku, Majelis Hakim memberikan kesempatan pada pihak JPU dan Terdakwa/Kuasa Hukum untuk melakukan upaya hukum banding atau menerima putusan tersebut.

Sebagaimana diatur pada Pasal 100 ayat (1) KUHP, maka penggabungan perkara pidana dan perdata tersebut juga akan berlangsung dalam tingkat banding.

“Kami akan mempelajari lebih lanjut putusan tersebut dan melihat potensi langkah hukum lanjutan yang perlu dilakukan agar pemulihan kerugian korban kejahatan dalam kasus ini bisa secara maksimal dilakukan.

Kami harap Mahkamah Agung juga memperhatikan terobosan penting ini agar dapat menjadi sikap bersama lembaga peradilan ke depan”, tutup Febri Diansyah.(Sumber)