Bukan Erick Thohir, 4 Sosok Hebat Ini Lebih Tepat Dampingi Airlangga di Pilpres 2024

Nama Erick Thohir tiba-tiba muncul disebut sebagai Cawapres Airlangga Hartarto, sosok yang dianggap paling potensial dan telah memiliki tiket sebagai Capres 2024 dari Koalisi Indonesia Bersatu yang dibuat oleh Partai Golkar, PPP, dan PAN.

Apakah memungkinkan Erick Thohir menjadi pasangan Airlangga Hartarto dalam pencapresan? Pasangan ini dikatakan ideal sebab adanya tantangan ekonomi ke depan, bagaimana menjawab hal ini?

Airlangga Hartarto sebagai calon presiden dari Partai Golkar belum menyebutkan siapapun nama yang akan mendampinginya andaikata KIB merestuinya menjadi calon presiden. Hingga spekulasi berbagai nama menjadi sah-sah saja disebutkan, bisa dengan Desy Ratnasari, Zulkifli Hasan, Ganjar Pranowo atau bahkan sekarang dengan Erick Thohir.

Hal itu tidak bermasalah, dan justru menguntungkan nama Airlangga Hartarto, bisa lebih dikenal dan mengambil ceruk pasar Erick Thohir meskipun irisannya tidak jauh berbeda. Namun, agaknya bagi kami, pasangan ini tidak ideal, meskipun alasannya tantangan ekonomi.

Seorang presiden itu memiliki peran strategis, ia tidak mengambil peran-peran taktis dan analitis untuk meretas permasalahan ekonomi. Biarlah persoalan analisis ekonomi dijabarkan nanti oleh menteri-menteri yang mumpuni dalam bidang ekonomi untuk menghadapi tantangan krisis ke depan, sementara presiden yang harus mengambil keputusan.

Airlangga Hartarto adalah figur yang dikenal mumpuni dalam bidang ekonomi, pun dengan Erick Thohir. Jika kedua figur ini digabungkan, tentu akan menarik. Tetapi karakter, ceruk pasar, bahkan cara mereka menguar visi relatif hampir sama. Erick Thohir andai menjadi pasangan Airlangga Hartarto tidak akan mengembangkan suara, terlebih elektabilitasnya yang terbilang masih rendah.

Daripada seseorang yang mumpuni dalam bidang ekonomi, Airlangga Hartarto agaknya membutuhkan pasangan yang mampu menaikkan elektabilitasnya, selain itu ia juga membutuhkan pasangan Cawapres yang mampu melengkapinya. Melengkapi di sini dalam artian, irisan ceruk suara, karakter bahkan visi politik yang berbeda untuk bisa saling melengkapi.

Seorang dengan pengalaman memimpin daerah akan lebih cocok mendampingi Airlangga Hartarto nantinya. Sebab, kepemimpinan Airlangga membutuhkan partner yang mampu menjangkau basis pemerintahan, melakukan reformasi birokrasi secara efektif dan efisien, serta menjalankan pemerintahan dengan baik.

Selain figur yang berpengalaman menjalankan pemerintahan, Airlangga juga butuh sosok pendamping yang mampu mengungkit elektabilitasnya. Terlepas dari figur pendampingnya adalah kader partai atau bukan, Airlangga butuh pendamping pendulang suara.

Ada beberapa nama yang potensial dan cocok dengan deksripsi di atas, ada nama Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta, Ridwan Kamil Gubernur Jawa Barat, Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah dan Khofifa Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur.

Sementara ini, keempat nama tersebut sangat cocok dengan figur Airlangga Hartarto, mereka tidak memiliki arah yang berlawanan dalam ideologi dan politik, hubungan komunikasi antara Airlangga dengan mereka pun cukup bagus. Lalu siapa yang paling potensial?

Ganjar Pranowo harus disebut paling awal, sebab ia merupakan kader PDIP, namanya juga selalu muncul dalam tiga besar survey calon presiden terkuat. Permasalahannya adalah, status Ganjar Pranowo yang masih menjadi kader PDIP akan menjadi batu sandungan tersendiri. Ada kemungkinan Ganjar harus keluar dari partainya jika ingin mencalonkan diri dari KIB untuk berpasangan dengan Airlangga Hartarto.

Nama kedua adalah Anies Baswedan. Anies bukan kader partai manapun, ia juga merupakan kandidat yang cukup kuat disandingkan dengan siapapun. Karena elektabilitasnya yang bagus, figur Anies menjadi rebutan terutama oleh Partai Demokrat dan PKS. Kedua partai ini ada kemungkinan akan menarik Anies sebagai Capresnya hanya dengan satu tambahan partai lagi untuk berkoalisi.

Jika Anies Baswedan ditawari sebagai Cawapres pendamping Airlangga Hartarto di KIB sementara oleh Partai Demokrat dan PKS didapuk sebagai Capres, tentu secara logika Anies akan lebih memilih menerima pinangan Partai Demokrat dan PKS. Akan berbeda cerita jika PKS dan Partai Demokrat nantinya memilih bergabung dengan KIB, bisa jadi pasangan ini akan terwujud.

Lalu yang tersisa hanya tinggal Ridwan Kamil dan Khofifa Indar Parawansa. Keduanya memiliki irisan ceruk suara yang berbeda dari Airlangga Hartarto, karakternya pun bisa dibilang akan bisa melengkapi karakter yang dimiliki Airlangga Hartarto. Keduanya juga memiliki kelebihan tersendiri.

Jika Airlangga mengambil Ridwan Kamil, ada potensi suara masyarakat Jabar akan dimenangkan pasangan ini, sementara Jawa Barat merupakan provinsi pemilik jumlah suara terbesar di nasional.

Sedangkan, jika mengambil Khofifa Indar Parawansa, Airlangga akan memiliki keuntungan elektoral, dengan mengambil ceruk suara perempuan serta mengusung isu keperempuanan. Permasalahannya, Khofifa tidak terlalu bisa mendulang suara untuk Airlangga Hartarto, Khofifa butuh kerja ekstra keras untuk meningkatkan elektabilitasnya.

Pilihan diserahkan kepada Airlangga Hartarto dan KIB, bisa juga Airlangga Hartarto berpasangan dengan Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN atau figur lainnya. Tetapi catatan yang harus ditebalkan, berpasangan dengan Erick Thohir bukanlah pilihan utama, menghitung elektabilitas serta kapabilitas seorang Erick Thohir yang patut dipertanyakan.

Oleh Rezha Nata Suhandi

Pemimpin Redaksi Golkarpedia {golkarpedia}