News  

PSHK FH UII: Tidak Tepat Hadirkan PPHN Lewat Konvensi Ketatanegaraan

Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Anang Zubaidy menilai tidak tepat upaya menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) lewat konvensi ketatanegaraan.

“Hanya kalau pertanyaannya apakah PPHN itu bisa masuk sebagai bagian dari konvensi ketatanegaraan menurut saya tidak tepat.

Karena dia tidak dilakukan berulang-ulang, terlebih lagi setelah MPR mengalami perubahan secara struktur maupun kewenangan pasca-amandemen UUD,” kata Anang dalam keterangan tertulis, Kamis (28/7).

Menurutnya, konvensi ketatanegaraan sebenarnya hukum tidak tertulis. Dikatakannya, sebagai konvensi ketatanegaraan ketika ada perbuatan hukum yang berulang-ulang, dilakukan terus menerus, dan seolah-olah menjadi keharusan untuk dilakukan.

Namun, menurut Anang, praktik tersebut tidak mempunyai landasan hukum tertulis. Misalnya upacara ataupun pidato presiden pada sidang MPR.

Oleh karena itu PPHN tidak bisa dimasukkan sebagai bagian dari konvensi ketatanegaraan. Jika hal itu dipaksakan akan membawa dampak yang cukup rumit.

“Kalau dia (PPHN) masuk sebagai konvensi, jelas tidak bisa ada konsekuensi. Kalau dipaksakan, ke mana? Siapa yang mau dipaksakan? Karena dia tidak punya konsekuensi,” tegasnya.

Zubaidy menduga ada pihak yang ingin mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi dengan kewenangannya.

“Menurut saya begini, MPR ataupun DPD yang menginginkan itu sebagai bagian dari konvensi ketatanegaraan, karena mereka menganggap MPR pasca-amendemen ini kan sebagai lembaga yang tidak punya kewenangan.

Dia ada kayak tidak ada. Kemudian cari-cari alasan, peluang yang bisa digunakan. Bisa jadi begitu,” demikian Zubaidy.(Sumber)