Mahyudin: Indonesia Darurat Korupsi dan Perpecahan

Mahyudin: Indonesia Darurat Korupsi dan Perpecahan Radar Aktual

Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan isu perpecahan dan korupsi adalah dua tantangan terbesar bangsa saat ini. “Tantangan besar negara kita saat ini, perpecahan dan korupsi,” kata Mahyudin dalam Temu Tokoh Nasional bertajuk Peranan Umat Islam dalam Menjaga Persatuan dan Nilai-Nilai Kebangsaan yang digagas MPR bersama Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kalimantan Tengah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (12/12/2018).

Mahyudin menjelaskan negara ini pernah dijajah bangsa asing selama ratusan tahun melalui politik memecah-belah dan adu domba. Saat ini upaya memecah-belah itu kembali terjadi melalui teknologi media sosial.

“Kita pernah dijajah ratusan tahun, bukan karena bangsa asing hebat. Mereka menggunakan politik ‘devide et impera’, memecah-belah, adu domba. Kini kembali, asing mau mengadu domba melalui medsos,” kata Mahyudin.

Mahyudin menyampaikan pihak asing bisa dengan mudah masuk kepada ranah-ranah kehidupan pribadi masyarakat Indonesia melalui media sosial seperti whatsApp, Instagram, Facebook dan lain-lain dengan menyebarkan hoaks dan adu domba.”Ini cara asing mengubah pola pikir kita. Kita dulu bergotong-royong, sekarang individualistik,” ujar dia.

Kemudian, lanjut dia, belum selesai dengan urusan isu perpecahan, Bangsa Indonesia juga menghadapi isu darurat korupsi yang menyebabkan bangsa kehilangan teladan.

“Darurat korupsi ini miris. Di republik ini, hampir semua orang ditangkap KPK. Menteri, gubernur, bupati, Ketua DPR, DPD RI, DPRD, bahkan camat dan kades juga ada,” kata dia.

Menurut Mahyudin, persoalan korupsi ini salah satunya disebabkan demokrasi di Indonesia berbiaya mahal sehingga perlu dievaluasi.

Dia mencontohkan, jumlah tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia mencapai 800.000. Setiap calon harus menyiapkan minimal satu saksi di setiap TPS itu. Dia menekankan, jika biaya satu saksi sebesar Rp200.000, maka biaya saksi diperlukan Rp160 miliar.