Managing Director Political Economy and Political Studies (PEPS), Anthony Budiawan, meminta pemerintah untuk memberikan klarifikasi terkait besaran subsidi yang diberikan untuk bahan bakar minyak (BBM).
Anthony juga meminta untuk tidak mencampurkan jumlah subsidi yang dialokasikan untuk listrik dan subsidi yang dialokasikan untuk BBM karena dua hal tersebut adalah hal yang berbeda.
“Terlihat bahwa total subsidi menurut Perpres 98/2022 sebesar Rp502,4 triliun. Sekali lagi, ini jumlah total subsidi energi bukan subsidi BBM,” jelas Anthony, Sabtu(27/8) menanggapi dokumen press conference Perkembangan Subsidi dan Kompensasi BBM oleh Kementerian Keuangan.
Anthony menegaskan, jika menggunakan APBN sebagai acuan dalam alokasi subsidi BBM, alokasi yang diberikan terhadap subsidi BBM adalah 14,6 persen dari seluruh alokasi subsidi BBM dan LPG. Sebagai informasi, dari Rp502,4 triliun yang dialokasikan bagi energi, sebanyak Rp401,8 triliun digunakan untuk subsidi BBM dan LPG.
“Pada APBN Awal, subsidi BBM dan LPG tercantum Rp77,5 triliun. Ini terdiri dari subsidi BBM Rp11,3 triliun dan subsidi LPG Rp66,2 triliun. Artinya, subsidi BBM sekitar 14,6% dari total subsidi BBM dan LPG. Dengan persentase yang sama, berarti subsidi BBM hanya sekitar Rp59,98 triliun saja: 14,6% x Rp401,8 triliun? Mohon koreksinya,” tanya Anthony menanggapi Perpres 98/2022.
Dalam preskon ini, menurut Anthony, penggunaan istilah kompensasi dan subsidi energi menjadi sumir, mengingat alokasi untuk kompensasi BBM dan LPG lebih besar daripada subsidi BBM dan LPG, dengan nominal sebesar Rp293,5 triliun.
“Saya mempertanyakan istilah kompensasi. Kalau ini sama dengan subsidi kenapa tidak masuk ke dalam pos Belanja Subsidi? Kenapa masuk pos Belanja Lain-lain? Padahal jumlahnya lebih besar dari Belanja Subsidi? Ada Apa? Dari Dana Kompensasi sebesar Rp293,5 triliun, berapa jumlah dari tahun lalu?,” tegas Anthony.
Terkait hal ini, Anthony meminta kepada pemerintah untuk memperbaiki komunikasi terkait subsidi energi dan BBM pada umumnya sehingga tidak mengundang salah paham, terutama terkait alokasi anggaran bagi kebutuhan masyarakat yang vital.
“Kesimpulan yang saya dapat, berdasarkan dokumen Preskon, subsidi BBM bukan Rp502,4 triliun, tetapi, diperkirakan hanya Rp59,98 triliun, belum memperhitungkan kenaikan peneriman negara akibat kenaikan harga ICP (Indonesia Crude Oil Price). Data ini membuktikan bahwa subsidi BBM bukan Rp502 triliun seperti yang sering dikomunikasikan,” tutup Anthony.(Sumber)