News  

Solar Yang Diselewengkan, Kenapa Harga Pertalite Yang Naik?

Tanggal 3 September 2022, Presiden mengumumkan kenaikan harga jual BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Masyarakat tidak perlu kaget dengan pengumuman itu, sebab informasi akan naiknya harga jual kedua jenis BBM ini telah didahului oleh keluhan Presiden Joko Widodo sendiri atas beban subsidi di APBN yang mencapai 502,4 triliun.

Dan, rencana kenaikan harga jualnya juga telah disampaikan oleh para pembantu paling dekat Presiden kalau memang tidak terlalu cocok disebut pedukung “buta” atau fanatik. Kenapa demikian disebutnya?

Sebab, selama ini merekalah yang selalu berada di depan atas segala kebijakan yang akan diputuskan Presiden Joko Widodo pada akhirnya. Bukan rahasia lagi, bahwa orang seperti Luhut Binsar Panjaitan, Erick Tohir, Bahlil Lahadalia dan Sri Mulyani adalah aktor utama, khususnya terkait kenaikan harja jual BBM.

Tapi, tunggu dulu kenapa publik selalu protes (istilah kerennya komplain) setiap ada kenaikan harga BBM? Tentu masuk akal sajalah setiap orang pasti protes kalau ada kenaikan harga. Paling tidak ditingkat warung kecil di kampung, desa atau Rukun Tetangg (RT) pembeli akan bertanya, lho kok tiba-tiba naik, ada apa?

Nah, biasanya pedagang yang menjual barang dagangnya pada umumnya akan menjawab, harga pokoknya saja sudah tak dapat seharga dulu, apalagi cuma ambil untungnya tipis Ibu. Dan, memang Ibu-Ibu lah yang sering bertanya kalau ada perubahan harga jual barang kebutuhan pokok sehari-hari yang dibelinya.

Lalu, bagaimana halnya dengan harga BBM bersubsidi yang dinaikkan harga jualnya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi? Apakah harga pokok nya juga sudah naik dipasaran? Meminjam pernyataan yang selalu disampaikan oleh Presiden Jokowi tidak ada keluhan soal harga pokok BBM nya yang naik.

Yang dikeluhkan adalah subsidi atau ongkos menambal harga jual dengan harga pokok nya oleh uang negara yang semakin membengkak. Entah membengkak itu ukuran apa, pokoknya sejumlah Rp502,4 triliun itu termasuk bengkak.

Tapi, sebenarnya angka ini bukan untuk meringankan harga jual BBM pertalite dan solar saja ke masyarakat, tapi juga untuk gas elpiji 3kg dan mengaliri listrik ke rumah-rumah.

Jumlah uang negara yang diberikan pemerintah kepada masyarakat konsumen agar harga jual BBM bersubsidi terjangkau, yaitu Rp93,5 triliun untuk kuota atau jatah yang disediakan 23,05 juta kilo liter (KL) pertalite, dan Rp149 triliun bagi jatah solar sejumlah 15,01 juta KL.

Jadi, total uang negara dan jatah volume untuk membantu harga jual kedua jenis BBM ini ke masyarakat berjumlah Rp242,5 triliun untuk jatah 38,06 juta KL. Bukan Rp502,4 triliun!

Tapi, diantara kedua jenis BBM yang dibantu negara lewat pemerintah (subsidi) itu yang terbesar angkanya justru untuk solar, yaitu Rp149 triliun dengan volume lebih kecil hanya 15,01 juta KL. Artinya, setiap kilo liter solar dibantu harganya oleh pemerintah rata-rata Rp9,9 juta lebih atau per liter nya Rp9.900.

Sedangkan untuk pertalite dengan volume yang lebih besar 23,05 juta KL hanya dibantu pemerintah harganya sejumlah Rp93,5 triliun atau per satu kilo liter sejumlah Rp4,036 juta, satu liternya hanya Rp4.036 saja.

Fakta bantuan harga jual pemerintah menunjukkan bahwa solar lah yang lebih banyak diberikan jatah subsidi pada APBN bukan pertalite yang dikonsumsi oleh kurang lebih 122 juta sepeda motor.

Tapi, justru pemerintah menaikkan harga solar hanya berselisih Rp1.650 dari harga jual awalnya Rp5.150 menjadi Rp6.800. Sementara pertalite yang “memakan” subsidi lebih kecil harga jualnya dinaikkan dari awalnya Rp7.650-7.850 menjadi Rp10.000 atau selisihnya Rp2.150-2.350 per liter.

Dengan data dan fakta keluhan beban APBN yang membengkak, angka-angka itu “berbicara” dan menunjukkan senyatanya bahwa solar lah yang lebih banyak dibantu pemerintah bukan pertalite. Bahkan penyimpangan juga banyak kasus terjadi pada konsumsi solar bukan pertalite, dan diakui sendiri oleh pemerintah.

Lalu, mengapa harga jual pertalite yang dinaikkan persentasenya lebih besar? Yang menjebol subsidi solar kenapa kendaraan bermotor roda dua yang kena dampaknya?

Mohon dong pemerintah menjelaskan kepada masyarakat agar informasi tidak dibolak balik, jangan sampai rakyat yang menanggung beban APBN yang dikeluhkan Presiden dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Oleh: Defiyan Cori