News  

Kisah Heroik RPKAD Rebut RRI Dari G30S PKI

Salah satu momen krusial setelah Gerakan 30 September (G30S) meletus ialah pengambilalihan Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) Pusat.

Stasiun radio milik pemerintah itu sempat menjadi corong bagi Letkol Untung Syamsuri setelah anak buahnya menculik enam jenderal TNI Angkatan Darat.

Hendro Subroto dalam buku biografi Sintong Panjaitan yang berjudul ‘Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando’ menyebut peranan RRI pusat sangat vital.

tutur Hendro, G30S PKI menggerakkan pasukan berkekuatan satu divisi dari tentara reguler dan ormas komunis untuk menguasai Jakarta Raya, termasuk dua objek vital di sekitar Monas, yakni RRI dan Kantor Besar Telekomunikasi.

Pasukan yang menggunakan sandi Divisi Ampera itu dipimpin oleh Komandan Brigif I/Jaya Sakti Kodam V Jakarta Raya Kolonel A Latief.

Selanjutnya, Kolonel Latief menugaskan Komandan Pasukan Bima Sakti Kapten Suradi menguasai RRI dan Kantor Besar Telekomunikasi.

Suradi merupakan Kepala Seksi 1/Intelijen Brigif I/ Jaya Sakti. Pasukannya langsung menguasai RRI di Jalan Medan Merdeka Barat dan Kantor Besar Telekomunikasi di Jalan Medan Merdeka Selatan.

“Dengan demikian stasiun radio yang mampu menjangkau seluruh pelosok tanah air dimanfaatkan untuk kepentingan G30S PKI dan jaringan telekomunikasi di Jakarta menjadi lumpuh,” tulisan Hendro di buku terbitan Kompas itu.

Tugas Sintong selanjutnya ialah menyiapkan Kepala Pusat Penerangan Angkatan Darat Brigjen Ibnu Subroto menyiarkan pernyataan Soeharto.

Namun, Ibnu yang saat itu berjaket hijau dengan tanda kepangkatan tertutup tidak berani masuk ke studio siaran. Ibnu meminta Sintong memastikan keamanan di dalam studio. “Dik… Dik… coba periksa dahulu,” ujar Ibnu seperti disitir Hendro Subroto.

Kapten Heru Sisnodo yang berada di dekat Ibnu langsung bereaksi dengan nada kesal. “Bapak ini, semua orang sudah di dalam, kok tidak berani masuk,” kata Heru.

Walakhir, Sintong mempersilakan Ibnu memasuki studio dan membacakan pidato tertulis Soeharto. Sintong meyakini pidato Soeharto yang disiarkan itu bukanlah rekaman yang dibuat di Markas Kostrad. Keyakinan Sintong didasarkan pada ingatannya tentang Ibnu Subroto membuka map di studio RRI, lalu membacakannya dalam siaran.

Menurut Sintong, dirinya berdiri di sebelah kanan Ibnu Subroto. Adapun di sebelah kiri Ibnu adalah pegawai RRI.

Versi lain soal pidato Soeharto direkam terlebih dahulu itu ada dalam buku autobiografinya yang berjudul ‘Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya’ terbitan 1989.

Soeharto menjelaskan pernyataannya yang disiarkan RRI itu telah direkam sebelumnya di Markas Kostrad pada 1 Oktober 1965 sekitar pukul 15.00. Setelah pidato Soeharto diudarakan, sejumlah perwira RPKAD tiba di RRI dari Markas Kostrad. Salah satunya menyebut Sintong kampungan.

Pemilik nama lahir Sintong Hamonangan Panjaitan itu dianggap tidak tahu bahwa siaran G30S PKI ternyata berasal dari tape recorder. Sintong pun menimpali ucapan seniornya. “Tadi saya mendapat perintah mencari orangnya,” ucap Sintong memantik tawa.(Sumber)