News  

Guru Besar UI Ungkap 5 Alasan Ilmiah Gas Air Mata Bisa Membunuh Manusia

Kerusuhan suporter Arema FC di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10) malam, menewaskan ratusan orang. Dalam kerusuhan itu penggunaan gas air mata menjadi sorotan.

Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta menjelaskan pihaknya menembakkan gas air mata untuk meredakan kerusuhan tersebut. Hal tersebut dikarenakan mulai anarkisnya perilaku penonton yang masuk ke lapangan.

“Karena sudah mulai anarkis sudah menyerang petugas dan merusak mobil dan akhirnya karena gas air mata mereka keluar ke satu titik di pintu keluar. Yaitu kalau enggak salah di pintu 10 ya. Kemudian terjadi penumpukan.

dalam proses penumpukan itulah terjadi sesak napas kurang oksigen yang oleh tim medis dilakukan upaya pertolongan yang ada di dalam stadion dan dievakuasi ke beberapa rumah sakit,” kata Nico, Minggu (2/10).

Padahal dalam aturan FIFA, penggunaan gas air mata untuk menanggulangi kerusuhan suporter telah dilarang. Hal ini tertuang dalam pasal 19 aturan FIFA menyoal Stadium Safety and Security Regulations.

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI yang juga Guru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan mengapa gas air mata begitu berbahaya. Studi ilmiah membuktikan.

“Pertama, beberapa bahan kimia yang digunakan pada gas air mata dapat saja dalam bentuk chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) dan dibenzoxazepine (CR),” kata Tjandra dalam keterangannya, Minggu (2/10).

“Kedua, secara umum dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata dan paru serta saluran napas,” kata Tjandra.
Tjandra melanjutkan pada poin ketiga gejala akutnya di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, bising mengi, dan sesak napas.

“Pada keadaan tertentu dapat terjadi gawat napas (“respiratory distress”). Masih tentang dampak di paru, mereka yang sudah punya penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) maka kalau terkena gas air mata maka dapat terjadi serangan sesak napas akut yang bukan tidak mungkin berujung di gagal napas (“respiratory failure”)” jelas Tjandra.

Keempat, lanjut Tjandra, selain di saluran napas maka gejala lain adalah rasa terbakar di mata, mulut dan hidung. Lalu dapat juga berupa pandangan kabur dan kesulitan menelan.

“Juga dapat terjadi semacam luka bakar kimiawi dan reaksi alergi,” kata Tjandra.
Tjandra mengungkap gas air mata juga dapat menimbulkan dampak kronik berkepanjangan.

“Ke lima, walaupun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronik berkepanjangan. Hal ini terutama kalau paparan berkepanjangan, dalam dosis tinggi dan apalagi kalau di ruangan tertutup,” pungkas Tjandra.(Sumber)