Kasus gagal ginjal akut menambah rentetan catatan hitam Indonesia dalam menghadapi kejadian yang menyebabkan hilangnya banyak nyawa.
Begitu dikatakan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ma’mun Murod Al Barbasy menyikapi ratusan anak Indonesia telah menjadi korban gagal ginjal akut yang terjadi secara misterius.
Memang, kata dia, ada dua negara lain yang juga mencatat kasus serupa, yaitu Gambia dan Nigeria, tapi korbannya tidak atau belum sampai di angka seratus.
“Kasus ini telah menambah rentetan catatan buruk Indonesia di tingkat dunia terkait kamatian yang bersifat masal,” kata Ma’mun Murod di Jakarta, Senin (24/1),
Ma’mun yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang membidangi pendidikan mendesak agar meninggalnya ratusan anak dalam kasus gagal ginjal disikapi sangat serius oleh Pemerintah.
Dia mendukung langkah Menko PMK Muhadjir Effendy yang meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana dalam kasus ini.
“Kalau terbukti kasus ‘horor ginjal’ yang telah merenggut ratusan nyawa anak disebabkan karena kandungan zat etilen glikol dan deitilen glikol dalam obat (sirup) yang diminum anak-anak, Mabes Polri harus berani menetapkan status tersangka kepada perusahaan-perusahaan obat tersebut,” tegasnya.
Menurutnya, sulit untuk menganggap kasus tersebut sebagai kelalaian kalau terdapat zat-zat yang bisa mematikan di dalam obat-obatan. Sebab, obat-obatan yang akan dijual bebas ataupun melalui resep dokter lazimnya sudah melalui uji laboratorium.
“Ada juga pengawasan dari BPOM. Maka, aneh kalau sampai ada obat-obatan yang lolos edar kok sampai bisa menyebabkan jatuhnya banyak korban,” imbuhnya.
Lanjutnya, unsur faktor kesengajaan harus juga diselidiki dalam kasus ini. Faktor kesengajaan motifnya bisa beragam, salah satunya karena motif ingin mendapatkan keuntungan yang besar dalam proses produksi obat-obatan tersebut.
Sebab, kata Ma’mun lagi, sebagaimana dinyatakan oleh Menko PMK, bahwa bahan-bahan obat-obatan tersebut masih merupakan bahan impor.
Tambahnya, Kementerian Kesehatan dan BPOM juga pantas dimintai keterangan dan jika perlu kalau disertai bukti-bukti sangat kuat karena melakukan pembiaran atas produksi obat-obatan tersebut, juga pantas ditersangkakan.
“Korban sudah begitu banyak, jangan terkesan antara Kemenkes dan BPOM saling lempar tanggung jawab. Saya yakin Kemenkes dan terutama BPOM tahu bahwa zat-zat yang terkandung dalam obat-obatan (sirup) tersebut sangat berbahaya bagi anak-anak, tapi kenapa diberikan izin penggunanya?” tandasnya.(Sumber)