Tekno  

Rintis Omnichannel, Ekosistem Blibli Dinilai Bisa Saling Topang dan Bersaing

Anak usaha Grup Djarum, PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) atau Blibli, bersiap melepas saham perdananya ke publik (initial public offering) atau IPO pada 8 November 2022.

Mengutip prospektus perusahaan, Blibli akan melepas sebanyak-banyaknya 17.771.205.900 saham atau sekitar 15 persen saham baru ke publik dengan harga penawaran sebesar Rp 410-Rp 460 per saham. Dengan harga tersebut, perusahaan mengincar sebanyak-banyaknya sebesar Rp 8,17 triliun.

Dana tersebut akan dipergunakan untuk pembayaran saldo utang fasilitas, sementara sisanya akan dialokasikan sebagai modal kerja dalam mendukung kegiatan usaha.

Sebelum IPO, Blibli lebih dulu membangun omnichannel dengan mengakuisisi Ranch Market dan Tiket.com. Aksi ini dinilai bagus membangun competitive advantage agar bisa bersaing dengan startup lain.

Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Andri Perdana mengatakan di saat perusahaan-perusahaan startup lainnya mengalami kesulitan pendanaan, salah satunya karena kondisi ekonomi yang diproyeksikan akan mengalami resesi pada tahun 2023, dana segar hasil IPO ini tentunya menjadi berita baik untuk Blibli.

“Sebanyak Rp5,5 triliun dari Blibli itu digunakan untuk memperbaiki dari struktur modal, mengurangi utang, sehingga dapat mengurangi Debt Equity Rasionya (DER). Dengan penurunan DER ini, perusahaan menjadi lebih fleksibel dalam pengelolaan aset yang dimiliki, termasuk potensi pembagian dividen kepada investor di masa mendatang,” katanya dalam keterangan, Sabtu (5/11).

Andri menuturkan bagaimana perusahaan e-commerce omnichannel dengan model bisnis Blibli mampu berkembang pesat di luar negeri. Dirinya mencontohkan Amazon dan Alibaba yang melakukan ekspansi secara masif. Amazon berekspansi melalui Amazon Express, Amazon Go, dan Amazon Prime.

Kemudian disusul Rakuten di Jepang yang fokus awalnya adalah platform diskon dan cashback, hingga memiliki bisnis perhotelan. Apakah Blibli berpotensi dapat berkembang seperti Amazon, Rakuten, maupun Alibaba? Model bisnis ini menurutnya sangat menarik karena mampu memberikan kemudahan bagi para pelanggannya.

“Mereka sustain karena memiliki bisnis di beberapa sektor usaha, sehingga ketika kondisi ekonomi sulit sekalipun, sebagian bisnis yang berkembang dapat menopang sektor bisnis lainnya yang terdampak ekonomi. Yang satu mengalami kesulitan, yang lain mengalami kenaikan,” paparnya.

Andri juga menilai wajar atas utang yang dimiliki oleh Blibli dan perusahaan startup lainnya. Menurutnya Startup memiliki utang untuk investasi serta pengembangan bisnisnya.

“Selama utang itu sehat dan terukur dari segi Debt to Equity Ratio, Profitabilitias dan Likuiditasnya, maka wajar-wajar saja, bukan masalah,” jelasnya.

Hingga Juni 2022, Pendapatan Blibli melonjak sebesar 127 persen secara tahunan menjadi Rp 6,71 triliun, dari Rp 2,99 triliun, sedangkan Blibli membukukan laba bruto sebesar Rp 560,8 miliar, naik dari Rp 225,7 miliar, atau mencerminkan rasio laba bruto (gross profit margin) sebesar 8,35 persen.

Performa bisnis Blibli hingga semester II 2022 juga meningkat. Total Processing Value (TPV) pada tahun 2021 tercatat sebesar Rp 32,4 triliun, dimana ini meningkat 45 persen dari Rp 22,4 triliun pada tahun 2020,

terutamanya dikontribusikan oleh pertumbuhan dari seluruh segmen bisnis Blibli, termasuk segmen ritel 1P, ritel 3P, institusi dan toko fisik.

Monthly Active Customer (MAU), yang merupakan kombinasi jumlah pelanggan unik untuk segmen ritel 1P dan ritel 3P yang berinteraksi dengan produk atau jasa pada platform Blibli.com dan/atau tiket.com, pada tahun 2021 tercatat mencapai 38,4 juta pelanggan, meningkat dari 31,1 juta pelanggan pada tahun sebelumnya.

Kemudian jumlah pelanggan institusi Blibli pada tahun 2021 juga meningkat dari 80.752 pelanggan menjadi 153.057 pelanggan. Pelanggan institusi termasuk institusi swasta maupun pemerintah.
(Sumber)