News  

Sudah 8 Tahun Bebas Polio, Kenapa Jadi KLB Lagi di Indonesia?

Beberapa waktu lalu pemerintah menetapkan polio sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Hal ini dilakukan setelah ditemukan satu kasus baru polio yang menyerang anak berusia tujuh tahun di Kabupaten Pidie, Aceh.

Penjabat (Pj) Bupati Pidie, Wahyudi Adisiswanto mengatakan, anak tersebut awalnya mengalami sakit demam dan muncul nyeri pada persendian, hingga kelemahan anggota gerak. Setelah melakukan berbagai pemeriksaan fisik dan laboratorium, anak tersebut dinyatakan terinfeksi virus polio.

“Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium, diketahui bahwa pasien itu terinfeksi virus polio,” kata Wahyudi, Jumat (18/11).

Sebelumnya, Indonesia sudah ditetapkan bebas polio sejak 2014 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sayangnya, baru-baru ini kasus polio muncul kembali, sehingga dapat dikatakan sebagai KLB.

“Dengan ditemukannya kasus polio di Pidie, maka kami menyatakan ini sebagai Kejadian Luar Biasa, karena seperti yang kita ketahui Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya sudah dinyatakan bebas polio dan dunia saat ini bergerak menuju eradikasi untuk menghilangkan polio dari seluruh negara,” ungkap Wahyudi.

Lantas, kok bisa tiba-tiba muncul lagi, ya?
Penjelasan tentang Kasus Penyakit Polio yang Muncul Kembali

Mengutip laman resmi Infeksi Emerging Kemenkes, polio merupakan golongan virus enterovirus yang bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan dan kerusakan saraf akibat infeksi virus.

Penyakit ini dapat menyerang usia berapa pun, tetapi kebanyakan terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Jika mengilas balik, polio adalah salah satu penyakit yang paling ditakuti negara-negara industri, termasuk Indonesia. Namun kasus ini kian mereda setelah dilakukan imunisasi atau vaksinasi yang efektif.

Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, kasus polio yang kini muncul kembali disebabkan oleh ketidakmerataan imunisasi polio. Maxi mengatakan bahwa pemberian imunisasi polio yang berupa vaksin polio tetes maupun suntik alias OPV dan IPV, masih rendah di seluruh kabupaten-kota.

“Kalau dilihat cakupan OPV dan IPV (imunisasi polio) memang di tingkat kabupaten-kota itu rendah,” kata Maxi, dalam konferensi pers di kantornya, Sabtu (19/11).

Nilai cakupan imunisasi polio mencapai angka 86,8 persen untuk seluruh wilayah Indonesia. Namun pada beberapa provinsi, seperti Kalimantan, Sumatera, dan Papua, belum mencapai 50 persen.

Sejak 2020 pun, Aceh juga termasuk salah satu provinsi yang cakupan imunisasi polionya masih rendah, Moms. Lalu, pada 2021, nilai cakupan imunisasi polio masih berada di 80 persen.

Sayangnya, Aceh dan Papua tetap berwarna merah atau jumlah imunisasi polionya masih rendah.

“Kemudian tahun 2021, coba lihat OPV itu kalau lihat turun ya, 2021 turun dari 86 persen ke 80 persen, dan coba lihat Aceh dan beberapa wilayah di Sumatera dan terutama Papua itu memang rendah,” jelas Maxi.

Oleh karena itu, Kemenkes menargetkan seluruh wilayah di Aceh agar segera mendapatkan imunisasi polio. Imunisasi ini akan dimulai di Pidie pada 28 November, dan dilanjutkan pada 5 Desember 2022 untuk seluruh wilayah Aceh.

Ya, target vaksinasi ini akan menjadi evaluasi Kemenkes. Sebab Maxi juga tidak menjelaskan fakta bahwa munculnya kasus polio di Pidie disebabkan karena rendahnya imunisasi polio.(Sumber)