Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Muhamad Hasya Atallah Saputra tewas usai ditabrak oleh mobil Pajero yang diduga dikendarai seorang purnawirawan Polri di wilayah Jakarta Selatan.
Hal ini mencuat lantaran kecelakaan tersebut terjadi pada 6 Oktober 2022 lalu atau sudah lebih dari satu bulan, tetapi pelaku tak pernah diproses secara hukum.
Dari tangkapan layar dalam unggahan Facebook yang diterima Wartakotalive.com pada Jumat (25/11/2022), Hasya ditabrak mobil Pajero yang dikemudikan AKBP (purn) Eko Setia Budi Wahono.
“Sampai hari ini belum ada proses hukum oleh Polres Jakarta Selatan, bahkan yang nabrak tidak ditahan seharipun, mentang penabraknya mantan Polri,” tulis narasi dalam foto.
“Bahkan TKP-nya dipindahkan oleh penyidik. Serta dicarikan saksi-saksi, padahal malam hari kejadian tak ada yang melihat. Kayaknya kasus Sambo mau diulang lagi Polres Jakarta Selatan,” sambungnya.
Masih dalam narasi itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran diminta turun tangan mengusut insiden kecelakaan tersebut.
“Karena mahasiswa Universitas Indonesia akan menuntut,” tulisnya.
Sementara itu, Adi Syaputra selaku ayah dari Hasya membenarkan anaknya ditabrak dan dilindas hingga akhirnya meninggal dunia. Adi menegaskan bahwa orang yang menabrak dan melindas anaknya tersebut adalah Eko Setia Budi Wahono.
Saat itu, anaknya hendak pulang ke kos dengan mengendarai sepeda motor seorang diri usai mengikuti kegiatan kampus. Lalu dalam perjalanannya, Hasya terjatuh karena tiba-tiba ada orang yang menyeberang jalan.
“Ya, saya bilang benar ada kejadian kecelakaan, yang menimpa anak saya. Kejadiannya di Srengseng Sawah (Jagakarsa), tanggal 6 Oktober. Tiba-tiba ada yang melintas, otomatis rem mendadak. Nah, itu terus seperti goyang karena rem mendadak. Terus jatuh ke kanan,” kata Adi, saat dikonfirmasi, Jumat.
Lalu, dari arah berlawanan, Eko Setia Budi Wahono yang mengendarai mobil Pajero menabrak dan melindas Hasya yang saat itu tengah jatuh di jalan.
“Ada mobil dari depan dalam hitungan sepersekian detik. Posisi tidak terlalu lambat dan kencang, sedanglah,” ucap Adi.
“Sampai dengan saat ini, tidak ada penyelesaian dari Polisi. Padahal sudah dibuatkan laporan, polisi sendiri yang buat laporan. Ya menggantung sampai saat ini, sampai kami sudah berkali-kali ke polres pun,” sambungnya.
Ia juga tak mengetahui secara pasti apakah anaknya meninggal saat dalam perjalanan ke rumah sakit atau tiba di rumah sakit.
Iya abis ditabrak terus dilindas sama dia. Berhenti dimintain tolong sama teman-teman alm untuk membawa ke rumah sakit dia nggak mau. Sempat terkapar anak saya 20-30 menit di pinggir jalan, karena teman-temannya mencari pertolongan ke rumah sakit tapi nggak dapat juga,” ujar dia.
“Terus Pak Eko itu menyatakan tidak mau membawa ke rumah sakit, teman-temannya mencari pertolongan ke klinik atau yang ada ambulans untuk membawa anak saya nggak ketemu juga,” tambahnya.
Usai mendapat kabar anaknya kecelakaan, ia kemudian menuju Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan untuk mengecek apakah itu benar anaknya atau bukan.
Setelah itu, Adi bertanya siapa yang telah menabrak anaknya. Dengan nada arogan, kata Adi, Eko menyebut bahwa dirinya lah yang menabrak Hasya.
“Saya tanya mana yang nabrak, dengan arogan dan gagahnya si Eko itu bilang ‘saya yang nabrak’, dengan nada yang benar-benar saya anggap apa ya tidak menganggap ini itu bukan suatu masalah besar buat dia ‘saya yang nabrak’, katanya dengan gagahnya, dengan tegasnya dia dari pada saat dia duduk pas saya datang dia berdiri dengan gagahnya mengucap seperti itu dia,” tutur Adi.
Melihat sikap Eko itu, Adi memutuskan untuk melapor kejadian yang menimpa anaknya ke pihak kepolisian. Namun, petugas mengatakan jika ingin membuat laporan polisi harus ada hasil visum.
“Malam itu pun kami diarahkan pihak polisi tersebut ke RS Fatmawati, karena visum tidak bisa sembarang rumah sakit mengeluarkan, diarahkan di situ dan kami visum segala macem, kami keluar biaya sendiri, kami tidak dikasih kwitansi oleh pihak Fatmawati, kami minta copyan pun, bukan tidak dikasih tapi bahasanya ini urusan polisi dari pihak RS Fatmawati itu,” ucapnya.
“Kami minta hasil visum itu dijawab seperti itu, ya sudah dalam keadaan panik kami, saya terutama lebih fokus mengurus jenazah anak saya, jadi setelah hasil visum itu selesai malam itu juga langsung kami serahkan ke warsito (petugas kepolisian). Setelah itu kami tak mengurus apa-apa lagi, kami fokus ke anak kami,” sambungnya.
Sebulan lebih berlalu, Adi berharap kasus tersebut dapat ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
“Saya berharap, polisi bersikaplah di tengah. Jangan kami seperti menuntut dalam artian kami nggak mesti dibela, tapi berjalan sesuai SOP dan aturannya, karena kasus ini hampir 50 hari,” kata dia. (Sumber)