News  

Umat Bingung Banyak Ustadz Tak Mencerminkan Nilai Islam, Ini Nasihat Gus Mus

KH Ahmad Mustofa Bisri memberikan penjelasan tentang masyarakat yang kebingungan karena banyak ustadz yang tidak mencerminkan nilai-nilai Islam.

Gus Mus yang akrab dipanggil KH Ahmad Mustofa Bisri dikenal luas dengan dakwahnya dakwahnya yang sejuk dan mendamaikan.

Pernah Rais aam PBNU tahun 2014-2015, Gus Mus adalah putra ulama besar Indonesia penyusun Tafsir Al Ibriz, yaitu KH Bisri Mustofa Rembang.

Gus Mus memberikan gambaran tentang keadaan dan tanda-tanda ustadz terbaru muncul di media sosial.

“Sekarang kamu melihat tanda-tandanya. Banyak peniru yang ditanya apa saja yang bisa mereka jawab,” kata Gus Mus.

Menurutnya, orang yang bisa menjawab apa saja saat ditanya itu tandanya orang Gebleq, bukan tanda orang alim.

“Tanda orang goblok itu kalau ditanya sesuatu dia bisa jawab,” kata Leteh, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang.

Gus Mus kemudian mencontohkan peniruan ustadz tersebut dalam dialog berikut.

“Bagaimana hukumnya ayam yang ditabrak mobil, Ustadz?”

“Ayamnya masih panas atau tidak?”

“Masih hangat, Ustadz”

“Kalau masih agak hangat, berarti agak halal…”

Menurut Gus Mus, jika melihat peniruan Ustadz, lihatlah di TV dan media sosial. Mereka menjawab selama mereka bisa mengerti.

“Kalau mau tahu ya nyalain TV. Jawabannya asal masuk akal,” kata Gus Mus.

Bagi Gus Mus, kali ini benar-benar mencari contoh atau panutan.

“Islam adalah (sebagai) kurangnya contoh. Inilah mengapa wajah Islam terlihat jelek karena kurangnya contoh. Ini berfungsi sebagai contoh yang buruk. Ada anak gila di YouTube yang mengenakan gaun dan membenturkan kepalanya. Ini menghancurkan,” katanya.

Menurut Gus Mus, perilaku meniru ustadz harus dihentikan karena hanya merugikan Islam. “Kalau ditanya:

seberapa bagus, jadi jawabannya:
lebih baik berhenti, tidak perlu lagi. Itu melemahkan Islam. Umat ​​Islam pun memandangnya dengan jijik dan muak, apalagi orang lain. Ustadz wae nggono opo maneh santrine,” kata Gus Mus.

Gus Mus kemudian mencontohkan kiai Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta yang bisa menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat. “Nah, di sini banyak contohnya (Krapyak). Ada Kiai Abdul Qodir, ada Kiai Ali Maksum,” ujarnya.

Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta melahirkan ulama besar yang menjadi panutan orang-orang seperti KH Ali Maksum, KH Zainal Abidin Munawwir, KH Abdul Qadir Munawwir dan lain-lain.

“Kalau mau yang lebih kuat, ada Kiai Zainal. Kalau mau contoh sederhana, ada Kiai Ali. Ada macam-macam contohnya,” kata Gus Mus.

Bagi Gus Mus, ada Muslim yang berbeda warna.

Ada yang mau Ampeg, ada yang mau ringan. Dan itu sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad sallallahu ‘alayhi wasallam,” katanya.

Para murid Nabi, lanjut Gus Mus, memiliki warna kulit yang berbeda-beda. “Ada yang seperti Abu Bakar, ada yang seperti Umar.

Sahabat Umar adalah contoh sahabat yang sangat berhati-hati. Sampai-sampai parah bahkan dengan sahabat dan kerabat, Sahabat Kholid diberhentikan (dari posisinya sebagai Panglima TNI), kata Gus Mus.

Lebih lanjut dijelaskan, sahabat Abu Bakar lainnya, dengan lembut. Pendekatannya berbeda. Tetapi semua ini didasarkan pada kasih karunia dan belas kasihan.

Kemudian dilanjutkan oleh para Sahabat, Tabi’in dan Ulama kepada Mbah Hasyim Asy’ar.

“Dia (KH Hasyim Asy’ar) memiliki dua bawahan yang berbeda:
mBah Bisri yang kuat dan mBah Wahab yang mudah,” ujarnya.

Makanya, lanjut Gus Mus, banyak orang NU yang akhirnya punya pilihan.

“Yang tidak bisa bergabung dengan mBah Wahab, yang bisa bergabung dengan mBah Bisr. Tetapi ada berbagai macam orang:
yang hati-hati, kuat dan ringan harus dilandasi cinta,” kata Gus Mus.

Pernyataan Gus Musi itu disampaikan dalam ceramah Tahlilan atas wafatnya KH Zainal Abidin Munawwiri, Krapyak di Jogyakarta pada Selasa, 17 Februari 2014, M/16 Robi’uts-Tsani 1435 H.

Keterangan tersebut dikutip dari status KH Hilmy Muhammad di facebook pribadinya.***

(Sumber)