News  

Bom Astana Anyar, Bom Bunuh Diri Atau Rekayasa?

Bom Astana Anyar yang terjadi kemarin (7/12/2022) mengingatkan kita dengan peristiwa serupa yang terjadi 41 tahun silam, yaitu penyerbuan Kantor Kosekta 8606. Sekarang bernama Kepolisian Sektor Cicendo. Persis disamping rumah dinas Kapolrestabes Bandung.

Penyerbuan Kantor Kosekta 8606, Cicendo, Bandung terjadi pada 11 Maret 1981. Aksi ini menurut versi “sejarah”. Sejarah tergantung siapa yang buat dan siapa yang berkuasa. Apalagi Imran tewas terbunuh. Kita tidak tahu Imran “digarap” oleh siapa dan oleh “operasi” apa. Tidak jarang aksi terorisme “digarap” oleh “operasi” tertentu untuk kepentingan tertentu pula. Saat era orde baru, Ali Moertopo dikenal sebagai tokoh intelijen yang sangat berpengaruh di Indonesia dengan Opsus (Operasi Khususnya)nya ketika itu.

Menurut versi “sejarah”, aksi ini dilakukan oleh “Jamaah Imran” dipimpin Salman Hafidz. Mereka menyerbu Polsek Cicendo menuntut pembebasan 44 anggotanya yang ditahan Polisi.

Lagi-lagi menurut versi “sejarah” karena kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Imran sendiri tewas terbunuh persis sama dengan pelaku yang disebut-sebut “bom bunuh diri” Thamrin dan Astana Anyar. “Jamaah Imran” mengambil senjata yang dipakai dalam aksi pembajakan pesawat DC–9 Woyla milik maskapai Garuda di Bandar Udara Don Muang Bangkok, 28 Maret 1981. Sintong Panjaitan anak buah LB. Moerdani jadi pahlawan pembebasan pesawat dan penumpang Garuda DC-9. Kelima “Jamaah Imron” termasuk Imran bin Muhammad Zein yang diangkat jadi Imam tewas.

Peristiwa bom Astana Anyar dikaitkan dengan Jamaah Ansarut Daulah (JAD). Penyerbuan Kosekta 8606 Cicendo dikaitkan dengan “Jamaah Imran”. Bahkan berkembang rumor kalau Komando Jihad dan Jamaah Islamiyyah itu buatan elit tertentu yang menguasai jaringan intelijen di Indonesia.

Mengingatkan kita pula apa yang disebut Polisi dengan bom bunuh diri yang terjadi 14 Januari 2016 silam yang dikenal dengan Bom Thamrin karena terjadi di Starbucks Coffee Jl. Thamrin, Jakarta Pusat. Yang menggelitik pertanyaan kita, mengapa gerai yang identik dengan Amerika seperti Starbucks dan McDonald’s selalu menjadi sasaran teroris?. Adakah unsur kesengajaan dari “operasi” tertentu? “Mencuri” perhatian Amerika misalnya. Rumornya dana penanggulangan terorisme di Indonesia dibiayai oleh Amerika Serikat. Padahal, ummat Islam tidak anti Amerika.

Sampai detik ini kita belum mengetahui fakta sebenarnya karena pelaku yang diduga bom bunuh diri tewas. Bisa saja kita berspekulasi kalau pelaku tersebut “digarap” oleh “operasi” tertentu untuk tujuan tertentu. Sebab, banyak fakta yang sebenarnya tidak terungkap.

Sebagai informasi, saat Bom Thamrin terjadi Tito Karnavian menjabat Kapolda Metro Jaya. “Parkir” sebentar sebagai Kepala BNPT selama enam bulan, kemudian tepatnya 13 Juli 2016, Tito Karnavian resmi menjabat Kapolri.

Pola bom Thamrin dan Astana Anyar sama. Disebut dengan bom bunuh diri. Pelaku yang disebut pelaku bom bunuh diri tewas. Meninggalkan secarik wasiat atau kertas. Identitas diri berupa KTP utuh.

Adakah pihak yang berani bertanggung jawab kalau pelakunya melakukan bom bunuh diri? Semuanya masih dugaan. Belum ada bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Sementara pelaku yang dituduhkan sebagai pelaku bom bunuh diri tewas.

Lantas buktinya bom bunuh diri apa? Banyak hal yang mencurigakan dengan tuduhan bom bunuh diri karena polanya sama dengan bom bunuh diri lainnya yang pernah terjadi di Indonesia. Spekulasi “digarap” oleh “operasi” tertentu misalnya.

Mengapa Markas Kepolisian Sektor menjadi sasaran aksi teroris? Bukankah yang melakukan penangkapan para teroris bukan oleh Kepolisian Sektor? Melainkan oleh Detasemen Khusus 88 (Densus). Belakangan ditengarai Satgasus Merah Putih ikut berperan sebelum dibubarkan karena kasus Polisi Sambo.

Yang agak mencurigakan dari Bom Astana Anyar adalah wasiat terduga bom bunuh diri terkait dengan UU KUHP yang disahkan oleh 18 dari 575 anggota DPR yang hadir secara offline. Apa hubungannya aksi terorisme Bom Astana Anyar dengan UU KUHP yang disahkan sehari setelah UU KUHP disahkan?

Kecurigaan ini menjadi alasan adanya dugaan “operasi” pengalihan isu beberapa kasus besar di Indonesia melalui Bom Astana Anyar. Agar publik paham, “operasi” tersebut dikait-kaitkan dengan Jamaah Ansarut Daulah (JAD). Sampai detik ini kita tidak tahu apakah betul ada JAD atau hanya rekaan “operasi” tertentu untuk tujuan tertentu pula? Atau sengaja “dipelihara” untuk kambing hitam seolah-olah terorisme itu ada? Kalau ada mengapa JAD tidak “diburu” sampai habis?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mengundang publik curiga dan berkembang spekulasi rekayasa oleh “operasi” tertentu untuk tujuan tertentu pula. Saatnya diungkap apa yang sebenarnya terjadi dengan Bom Thamrin dan Bom Astana Anyar? Aksi terorisme atau rekayasa? Masih menyisahkan tanda tanya besar.

Wallahua’lam bish-shawab
Bandung, 14 Jumadil Ula 1444/8 Desember 2022
Tarmidzi Yusuf, Pegiat Dakwah dan Sosial