Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan individu atau perseorangan yang paling banyak melakukan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS.
Plt Deputi Analis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, mengatakan berdasarkan hasil penilaian risiko sektoral TPPU berdasarkan hasil tindak pidana korupsi tahun 2022, PNS menjadi individu berisiko tinggi melakukan korupsi.
“Pelakunya PNS masih berisiko tinggi karena dia yang melakukan dan berkepentingan atas dana-dana APBN yang ada di pemerintah untuk melakukan proyek,” ungkapnya saat Acara Puncak Hari Antikorupsi Sedunia (HAKORDIA) 2022, Selasa (20/12).
Individu selanjutnya yang berisiko tinggi melakukan korupsi dan TPPU yakni pegawai swasta, pengusaha wiraswasta, dan pejabat lembaga legislatif dan pemerintahan.
Kemudian individu dengan risiko menengah melakukan korupsi dan TPPU, menurut hasil riset PPATK, yaitu pegawai BUMN dan BUMD (termasuk pensiunan), dan pengurus partai politik (parpol).
“Di sini ada pejabat legislatif dan pemerintah, termasuk yudikatif sebenernya, akhir-akhir ini banyak muncul,” imbuh Danang.
Sementara itu, untuk bentuk perusahaan yang paling berisiko tinggi menjadi lahan basah tindakan korupsi dan TPPU adalah berjenis perseroan terbatas (PT), lalu dengan risiko menengah adalah persekutuan komanditer (CV).
“Wilayahnya karena konsentrasi uang ini paling besar di Jakarta, pasti kerawanan tindak pidana korupsi masih di Jakarta, ini bukan pemerintah daerahnya tapi instansi pemerintah pusat termasuk sentra bisnis maupun keuangan Indonesia ada di Jakarta,” jelas Danang.
Peta risiko TPPU hasil korupsi di Indonesia sebagian besar terkait dengan kerugian keuangan negara. Jenis tindak korupsi tersebut menjadi yang paling tinggi, kedua terkait dengan tujuan memperkaya diri sendiri.
Kemudian, cara-cara pemanfaatan hasil korupsi yang dicuci ini pertama adalah pemanfaatan korporasi atau pelaku mencampurkan harta dari tindak korupsi dengan usaha di sebuah korporasi, selain itu penggunaan nominees, bahkan untuk keperluan real estate.
“Levelnya bukan hanya nasional, pendirian perusahaan ini sudah di luar negeri, banyak kasus kita temukan perusahaan di luar negeri beneficial owner-nya sebenernya penyelenggara negara yang ada di Indonesia, jika terkait korupsi yang cukup besar,” lanjut Danang.
Dari sisi sektornya, Danang menuturkan infrastruktur menjadi sektor paling berisiko tinggi terjadi korupsi. Menurut dia, sektor ini mengendalikan anggaran negara sangat besar. Dia juga mencontohkan salah satu BUMN karya yang baru saja terjerat tindak pidana korupsi, PT Waskita Karya Tbk (Persero).
“Kalau kita cermati bagaimana sebuah perusahaan Tbk (terbuka), Waskita misalnya, dulu kasus proyek sudah kena KPK sekarang kasus lagi di kejaksaan dengan tindak pidana yang sama korupsi di satu perusahaan,” jelasnya.
Lalu, lanjut dia, sektor kedua yang paling rentan terhadap korupsi dan TPPU adalah sektor kehutanan dan lingkungan hidup (KLHK). Sektor di posisi selanjutnya dengan risiko menengah adalah minyak dan gas, mineral dan pertambangan, serta kelautan dan perikanan.(Sumber)