Presiden Joko Widodo (Jokowi) menambah tembaga dalam daftar komoditas mineral yang akan dilarang ekspor di pertengahan tahun ini. Namun, kapasitas penyerapan tembaga di industri dalam negeri masih sangat minim.
Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kadin Indonesia, Carmelita Hartoto, menjelaskan pada prinsipnya pengusaha mendukung kebijakan hilirisasi tembaga untuk meningkatkan nilai tambah.
“Memang produksi hasil hilirisasi tembaga ini berpotensi belum terserap seluruhnya, yang mana konsumsi domestik terhadap katoda tembaga di dalam negeri baru terserap sekitar 25-30 persen,” ujarnya kepada kumparan, Sabtu (14/1).
Carmelita menilai, hilirisasi tembaga tampak lebih siap ketimbang bauksit, di mana beberapa pabrik-pabrik baterai sedang dikembangkan. Namun industri turunan tembaga masih harus digenjot secara masif untuk membangun ekosistem yang lebih baik.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, mengungkap saat ini baru satu smelter tembaga yang beroperasi di Indonesia yaitu PT Smelting Gresik
Pabrik pengolahan mineral tersebut menyerap 1 juta ton konsentrat tembaga yang diproduksi oleh PT Freeport Indonesia (PTFI). Sementara total produksi tembaga
Di sisi lain, kata Rizal, masih ada produksi konsentrat tembaga PT Amman Mineral Nusa Tenggara sebesar 0,9 juta ton per tahun. Sehingga, saat ini setidaknya ada 3 juta ton konsentrat tembaga yang belum terserap.
“Karena pelarangan ekspornya setelah Juni 2023, maka ada sekitar 1,5 juta ton yang belum bisa diolah di dalam negeri setelah Juni 2023 yang tidak bisa diekspor,” ungkap Rizal.
“Produk tersebut akan menumpuk di gudang sampai batas maksimum yang bisa tertampung, setelah itu konsekuensinya (tambang) akan berhenti produksi sampai selesainya pembangunan pabrik/smelter dimaksud,” imbuhnya.
Adapun terakhir, PT Smelting Gresik berencana meningkatkan kapasitas produksi smelter tembaga 30 persen dari kapasitas sebelumnya. Dengan demikian, kapasitas produksinya akan meningkat dari 300.000 ton menjadi 342.000 ton katoda tembaga per tahun.
Dengan perluasan pabrik baru yang akan memakan waktu dua tahun ini, PT Smelting Gresik yang semula hanya mengolah 1 juta ton konsentrat tembaga per tahun, akan meningkat menjadi 1,3 juta ton konsentrat per tahun.
Di sisi lain, ada dua smelter tembaga yang saat ini masih dalam proses konstruksi. Pertama, smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara di Wilayah Pertambangan Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Smelter ini diproyeksikan beroperasi di akhir tahun 2024 dengan kapasitas input sebesar 900.000 ton.
Lalu smelter PT Freeport Indonesia memiliki kapasitas pengolahan konsentrat tembaga sebesar 1,7 juta ton per tahun. Sebagian produk smelter yang dihasilkan adalah katoda tembaga yang mencapai 600 ribu ton. Smelter ini ditargetkan beroperasi di Mei 2024.(Sumber)