News  

IPO Perdana COIN Disorot, Hardjuno: Jangan Ulangi Gagalnya Thodex dan BitMEX

Menjelang pencatatan saham perdana PT Indokripto Koin Semesta Tbk (kode saham: COIN) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 9 Juli 2025, perhatian publik tidak hanya tertuju pada antusiasme pasar terhadap aksi korporasi perdana perusahaan kripto ini. Lebih dari itu, kekhawatiran atas integritas dan rekam jejak tokoh di balik layar turut mencuat ke permukaan.

Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menyampaikan peringatan keras soal pentingnya menjaga kredibilitas pasar modal nasional dalam menghadapi fenomena baru seperti Initial Public Offering (IPO) kripto. Ia menilai bahwa status COIN sebagai pionir justru menuntut standar governance dan etika yang lebih tinggi.

“IPO COIN memang mencatatkan diri sebagai tonggak baru di pasar modal nasional. Tapi justru karena statusnya sebagai pionir, integritasnya harus tanpa cela. Jangan sampai pencapaian ini menciptakan preseden yang keliru,” tegas Hardjuno dalam pernyataan tertulis kepada Radar Aktual, Selasa (8/7).

COIN merupakan perusahaan induk dari dua entitas penting di dunia kripto Indonesia: Crypto Future Exchange (CFX) sebagai bursa aset kripto, dan Indonesian Crypto Custodian (ICC) sebagai kustodian aset digital. IPO COIN disambut luar biasa oleh investor ritel—dengan oversubscribe mencapai lebih dari 70 kali, dan jumlah peminat melebihi 100 ribu calon investor.

Namun, di balik gegap gempita ini, terdapat kekhawatiran terkait profil Andrew Hidayat, yang disebut dalam prospektus IPO sebagai salah satu pemilik manfaat utama atau Ultimate Beneficial Owner (UBO). Andrew diketahui pernah divonis dua tahun penjara dalam kasus korupsi suap perizinan tambang pada 2015, yang juga menyeret seorang anggota DPR aktif kala itu.

Tak berhenti di situ, Andrew juga diduga terlibat dalam proses kontroversial penunjukan pemenang tender atas aset sitaan negara dari kasus Jiwasraya, yakni tambang milik PT GBU yang dimenangkan oleh PT Indobara Utama Mandiri—perusahaan yang diduga terkait dengan dirinya.

Pihak COIN melalui pernyataan resminya menampik keterlibatan langsung Andrew Hidayat sebagai UBO, namun bagi Hardjuno, penilaian publik tidak hanya berhenti pada aspek formal legalitas.

“Kita tidak sedang membahas legalitas formal semata, tetapi juga etika dan kepercayaan publik. Pasar modal adalah institusi kepercayaan, dan calon emiten harus bersih tidak hanya dari sisi laporan keuangan, tapi juga dari aspek governance,” ujar Hardjuno.

Menurutnya, regulasi seperti Peraturan BAPPEBTI No. 8 Tahun 2021 memang tidak secara eksplisit melarang individu dengan riwayat pidana ekonomi untuk mendirikan perusahaan aset kripto. Tapi semangat regulasi itu jelas menuntut transparansi, perlindungan investor, dan tata kelola yang sehat.

Hardjuno bahkan mengingatkan pada sejumlah tragedi di kancah internasional yang harusnya menjadi pelajaran, seperti:

-Kasus BitMEX di Amerika Serikat, di mana para pendirinya dijatuhi hukuman karena melanggar aturan anti pencucian uang.

-Kasus Thodex di Turki, yang menjadi skandal internasional setelah pendirinya kabur membawa lari dana investor, dan divonis lebih dari 11 ribu tahun penjara.

“Kita tidak ingin Indonesia masuk ke dalam daftar negara yang gagal mengawasi pionir industri kriptonya. Keberhasilan IPO COIN harus dibarengi dengan komitmen clean and clear dari seluruh pihak yang terlibat,” ucap Hardjuno.

Lebih lanjut, ia mendesak agar semua otoritas terkait—OJK, BEI, maupun Bappebti—tidak larut dalam euforia jangka pendek, dan tetap menjaga integritas pasar.

“Kita boleh bangga punya pionir IPO kripto, tapi jangan tutup mata terhadap hal-hal yang diduga berpotensi merusak kepercayaan publik. Karena sekali saja kredibilitas pasar goyah, maka akan butuh waktu panjang untuk memulihkannya,” pungkasnya.