News  

Demi Bayar UKT, Ribuan Mahasiswa di Yogya Harus Kerja Keras dan Utang Sana-sini

Tiap tahun, ribuan mahasiswa di sejumlah kampus negeri di Yogya kesulitan membayar kuliah dan harus mengajukan penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Tidak tepatnya penentuan nominal UKT oleh perguruan tinggi diduga jadi penyebab banyaknya mahasiswa yang mengajukan penurunan UKT.

Isu masalah UKT kembali mencuat setelah viralnya kisah seorang mahasiswi UNY yang meninggal dunia, Nur Riska di media sosial Twitter. Selama kuliah, Nur Riska dikisahkan kesulitan membayar UKT hingga harus cuti dan meninggal dunia karena sakit.

Survei yang dilakukan oleh UNY Bergerak, sebuah gerakan mahasiswa UNY yang aktif mengawal isu UKT, menunjukkan bahwa 97,8 persen responden merasa keberatan dengan besaran UKT yang diterimanya. Survei itu dilakukan terhadap 1.045 mahasiswa perwakilan fakultas, Angkatan, dan jalur masuk dengan sampling error 3,1 persen.

Dari survei yang dilakukan sejak 21 Desember 2022 sampai 2 Januari 2023 itu juga menemukan bahwa 50,05 persen responden harus bekerja untuk bisa membayar UKT-nya. Sisanya, 24,11 persen harus berutang, dan 12,82 persen harus menjual barang yang mereka miliki untuk bisa membayar UKT.

“Bahkan ada 15,3 persen mahasiswa yang mempertimbangkan untuk cuti pada semester depan,” kata anggota UNY Bergerak yang menyusun survei tersebut, Mushaf Aulia Yahya, Minggu (15/1).

Kasus meninggalnya Nur Riska menurut Mushaf menjadi contoh paling nyata bagaimana penetapan UKT di kampusnya belum sesuai dengan kondisi perekonomian mahasiswanya. Di sisi lain, mekanisme penurunan UKT di kampusnya menurut dia belum akomodatif.

Untuk bisa menurunkan UKT, syaratnya adalah orang tua mahasiswa harus meninggal dunia atau bangkrut. Sedangkan sisanya berlaku hanya jika mahasiswa sudah semester akhir, sedang mengerjakan skripsi, dan yudisium.
“Indikator ini tidak mengakomodasi kondisi ekonomi mahasiswa,” ujarnya.

Ketua BEM UGM periode 2022, Muhammad Khalid, mengungkapkan bahwa pada tahun lalu ada sekitar 3.000 mahasiswa UGM yang mengajukan penurunan UKT melalui BEM. Untuk persentase permohonan yang dikabulkan menurut Khalid cukup besar, antara 70 sampai 80 persen permohonan dikabulkan oleh pihak kampus.

“Meskipun dengan persentase yang berbeda-beda, karena itu kewenangan tiap fakultas,” kata Muhammad Khalid saat dihubungi, Sabtu (14/1).

Tidak adanya standar yang pasti di tiap fakultas ini menurut Khalid menjadi kendala tersendiri bagi mahasiswa yang ingin menurunkan UKT. Ada fakultas yang cukup akomodatif, tapi ada juga yang sulit memberikan keringanan.

BEM menurut dia juga menemui banyak kasus fakultas telah memberikan keringanan, tapi ternyata masih belum terjangkau oleh mahasiswa. Karena itu, BEM harus menggalang dana dari alumni maupun dari kas-kas organisasi mahasiswa untuk membantu mahasiswa yang kesulitan membayar UKT.

“Memang jumlahnya tidak banyak, tahun lalu hanya sekitar Rp 30 juta yang bisa kami salurkan,” kata Khalid.
Banyaknya mahasiswa yang keberatan dengan uang kuliahnya ini menurut Khalid mengindikasikan bahwa masih ada masalah dalam penetapan besaran UKT oleh kampus.

Sebab, jika penetapan UKT benar-benar berdasarkan pada kondisi ekonomi mahasiswa, harusnya tidak ada lagi mahasiswa yang keberatan dengan besaran UKT-nya.

Di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, UKT juga masih jadi masalah yang belum menemui titik terang. Ketua Senat Mahasiswa UIN Suka periode 2020-2021, Abdul Azisurrohman, mengatakan bahwa pengajuan penurunan UKT di UIN Suka harus langsung melalui birokrasi kampus, yakni Dekanat maupun Rektorat. Mahasiswa menurut dia tidak dilibatkan dalam proses pengajuan penurunan tersebut.

“Jadi kami juga tidak punya data berapa mahasiswa yang mengajukan keringanan UKT, karena kampus juga tidak transparan dengan datanya. Tapi yang pasti banyak, ada ribuan,” kata Abdul Azisurrohman, Senin (16/1).

Data yang dipublikasikan oleh kampus menurut dia hanyalah data mahasiswa yang mendapat keringanan UKT. Tahun 2020 misalnya, saat jumlah pengajuan keringanan UKT sedang tinggi-tingginya karena dampak pandemi, jumlah mahasiswa UIN Suka yang mendapat keringanan UKT ada 652 mahasiswa.

“Tapi kan enggak tahu, entah itu dari 1.000 atau 2.000 mahasiswa, yang dikabulkan hanya 652 orang,” kata dia.
Selain itu, keringanan UKT tersebut menurut Abdul juga tidak signifikan. Sebagian besar hanya mendapat penurunan UKT satu golongan, dimana selisihnya hanya ratusan ribu saja.

“Jadi sebenarnya masih tetap berat karena memang tidak signifikan penurunannya,” kata Abdul Azisurrohman.(Sumber)