News  

Menko Mahfud MD Ungkap 11 Modus Mafia Tanah: Rumit, Polisi dan Kejaksaan Pusing!

Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap, ada 11 modus yang biasa dilakukan para mafia tanah dalam menjalankan kejahatannya. Banyaknya modus ini membuat pemerintah kesulitan dalam memberantas masalah ini.

Bahkan Mahfud menyebut, Kejaksaan dan Polri pusing dalam mengusut masalah ini.
“Rumit. Jadi polisi, Kejaksaan, juga pusing melihat ini karena rusaknya kayak gini,” kata Mahfud MD dalam rapat koordinasi membahas mafia tanah bersama tokoh Eros Djarot, pengacara Denny Indrayana, Anwar Abbas, Jaksa Agung Muda, hingga Kabareskrim Komjen Agus Andrianto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1).

Berikut 11 modus mafia tanah sebagaimana yang dipaparkan Mahfud MD:
1). Tanah masyarakat sudah bersertifikat tapi tidak dikuasai atau ditempati sehingga pada akhirnya diserobot pihak lain secara tanpa hak.

“Jadi banyak tanah itu, ada nih sertifikat, punya masyarakat. tapi karena ndak (di tempati) terus diserobot, sekarang mau dipakai, ternyata sudah dipakai orang lain,” kata Mahfud.

2). Tanah masyarakat sudah bersertifikat hak atas tanah dan dikuasai oleh masyarakat. Namun, dia tidak mempunyai bukti kepemilikan yang sah dan sebagainya.

“Itu juga tiba-tiba dicaplok oleh orang lain, ada tanah negara BUMN, tiba-tiba ada yang menjualnya seperti kasus yang pesantren (pesantren milik Habib Rizieq di Megamendung) tiba-tiba ada pesantren, tanah milik PTPN. Sesudah mau diselesaikan, ternyata banyak orang gede yang punya (tanah) di situ,” kata Mahfud.

3). Tanah yang dihuni masyarakat turun temurun, tidak bersertifikat tapi tiba-tiba terbit sertifikat hak atas tanah pihak lain. “Sehingga sudah turun temurun diusir karena tiba-tiba ada sertifikatnya,” kata Mahfud.

4). Tanah yang dihuni masyarakat secara turun temurun, tidak ada sertifikatnya karena dahulu tidak harus pakai sertifikat. Namun tiba-tiba ada yang memperjualbelikan tanah itu oleh pihak yang tidak berhak ke pihak ketiga tanpa sepengetahuan penghuninya.

“Baru setelah diadukan orangnya ngadu, lalu enak tinggal ke pengadilan, setelah ke pengadilan, kalah juga. Kalau yang ke rumah saya itu, dia turun temurun tiba-tiba tanahnya jadi hotel, dia nangis pagi-pagi ke tempat saya, dia mbok-mbok itu ‘Pak itu tanah saya gimana-gimana? ngadu, setiap ngadu diusir, di kantor polisi diusir katanya,’ kamu memilik tanah,” kata Mahfud.

“Padahal dia sudah turun temurun. Dia enggak punya akses untuk mengadu ke Mas Eros gitu, kan, banyak di desa-desa gitu, mau ngadu ke mana dia? Disuruh ke Jakarta mau ketemu siapa? Ke Polsek saja sudah diusir gitu, ke BPN juga tak dilayani. Banyak, nih, yang begini,” lanjutnya.

5). Mahfud menyebut ada modus seperti ada klaim tanah adat, tanah wilayah di atas area tanah sudah bersertifikat milik masyarakat. Namun masyarakat yang ingin tempati malah dipolisikan, malah digiring ke kantor polisi dan tidak punya akses untuk mengadu.

6) Mahfud menyebut, ada banyak kesalahan Kantor Pertanahan dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota dalam melakukan penerbitan sertifikat hak atas tanah, ada kesalahan penentuan batas tanah, pemetaan tanah, keabsahan dokumen yang mengakibatkan tumpang tindih area tanah antar masyarakat.

“Sertifikatnya lebih dari satulah ketika dibawa ke Kantor Pertanahan “loh ini kok begini? Waduh bagaimana ya? Sudah ke pengadilan, ke pengadilan enggak jelas lagi, keputusannya bisa ada 2 macam atau 3 macam. Jadi bukan kita enggak tahu yang begini, tapi banyak,” kata Mahfud.

7). Tanah milik pemerintah seperti BUMN, aset BUMD, kemudian menguasai tanpa hak, terkadang melibatkan orang besar yang juga memiliki klaim.

8). Terbitnya SHM (sertifikat hak milik) atas milik masyarakat di atas tanah aset pemerintah. Mahfud menyebut, modus seperti ini banyak ditemukan di masyarakat.

9). Modus penguasaan masyarakat pada tanah aset pemerintah. Mahfud menyebut, banyak masyarakat menguasai aset pemerintah, tapi saat akan diusir tidak bisa.

“Dan ini ribuan hektae, yang tidak dilengkapi SHM atas tanah misalnya tanah-tanah milik TNI AU, kepolisian, TNI AD, banyak juga yang dicaplok begitu saja. Tapi diusir enggak bisa,” kata Mahfud.

10). Modus penguasaan tanah oleh perseorangan yang melebihi batas yang diperoleh dengan cara membeli tanah masyarakat dengan mengancam, Mahfud mengatakan masih banyak terjadi di berbagai daerah.

11). Mahfud mengatakan ada modus tanah dialihkan kepada pihak ketiga. “Ada lagi dekat sini masih ribut, jalan tol, Pak Basuki (Menteri PUPR) sudah sediakan uang untuk ganti rugi yang banyak, mahal, tiba-tiba 1 tanah ada yang sertifikatnya 3 jenis,” ujarnya.

“Sehingga ketika akan diklaim tidak bisa, akhirnya uangnya dititipkan pengadilan. Bukan negara ndak mau bayar, karena ketika akan dibayar, yang mana? Wong ada 3, ketika dibawa ke BPN ‘wah yang salah ini BPN-nya,” tutur Mahfud.(Sumber)