Fahri Hamzah Soroti Gaji Kepala Desa Rp.2 Juta: Lurah di DKI Rp.30 Juta

Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, menyoroti nominal gaji kepala desa (kades) yang hanya Rp 2 juta per bulan. Fahri menyebut gaji lurah di DKI Jakarta mencapai Rp 30 juta per bulan.

Hal itu disampaikan Fahri dalam diskusi Adu Perspektif kolaborasi detikcom dengan Total Politik dengan tema ‘Politik Kekuasaan Desa’, Rabu (25/1/2023). Fahri awalnya menyebut berbagai aspek di desa harus ditingkatkan, termasuk gaji perangkat desa.

“Jadi mesti melihat desa itu menjadi unit yang independen dia bisa lebih kuat dari negara, income per kapita desa bisa lebih kuat dari negara, pembangunan desa itu bisa lebih hebat dari ibu kota,” kata Fahri.

 

“Karena itu lihatnya desa itu sebagai satu unit yang mau kita lengkapkan, demokrasinya lengkap, organisasinya lengkap, sistem pemerintahannya lengkap, gajinya juga dikasih baik,” imbuh dia.

Fahri kemudian menyebut nominal gaji per bulan kades Rp 2 juta adalah hal yang tak masuk akal. Karena di DKI, tuturnya, gaji lurah mencapai puluhan juta rupiah.

“Masa gaji kepala desa 2 juta, gila apa, sementara gaji lurah di DKI gajinya 27 juta-30 juta tidak dipilih oleh rakyat,” imbuhnya.

Fahri lantas bercerita mengenai salah satu temannya. Fahri menyebut sebelum temannya itu menjadi kepala desa, namun berbeda ketika sudah menjadi kepala desa.

Fahri kemudian menyinggung soal dilema menjadi pemenang dalam pemilihan umum. Menurutnya, setelah seseorang menjadi pejabat, tamu sering berkunjung ke rumahnya.

“Yang namanya dilemma of elected official itu, jadi orang itu kalau terpilih dia punya tim sukses, dia punya pemilih, dia punya banyak tamu. Rumah tuh nggak boleh kosong dengan kopi, nggak boleh kosong dengan gula dan teh,” tutur dia.

“terus kalau gajinya 2 juta sebulan kan malu dia menerima tamu, sementara mereka tak boleh ganggu dana-dana lain,” lanjut dia.

Oleh karena itu, ada berbagai hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki desa. Dia meminta agar dana yang digelontorkan untuk pembangunan desa diperbesar.

“Menjadikan pengelolaan desa itu maksimal, uangnya harus besar, makanya yang kita pikirkan bukan aparatnya, yang pertama kita pikirkan rakyat desa, karena kita mau dalam waktu cepat. Kenapa nggak orang desa itu lebih cepat maju dari orang Jakarta, kenapa sih?,” ujarnya.

“Orang sudah ada digital teknologi, digital ekonomi dan sebagainya, biarin aja orang desa itu lebih hebat dari kita orang yang di kota, karena itu uangnya harus juga dilengkapin,” pungkas dia.(Sumber)