News  

MUI Sambut Baik Putusan MK, KH Cholil Nafis: Nikah Beda Agama Itu Zina

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak pernikahan beda agama disambut baik Ketua MUI KH Cholil Nafis. Kata dia, menikah beda agama dalam Islam itu zina.

“Jadi kalau ada “penghulu swasta” menikahkan pasangan beda agama itu tak sah. Menurut Islam itu zina selamanya dan anak yang dilahirkannya tak hubungan nasab dengan laki-laki yang menghamilinya,” kata Cholil Nafis yang juga salah satu Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), seperti dikutip dari akun instagramnya, Selasa (31/1).

Cholil menjelaskan, dia ikut menjadi saksi ahli dalam sidang permohonan uji materi nikah beda agama itu di MK.

“Walhamdulillah. Saya ikut kontribusi sebagai saksi ahli di MK untuk mempertahankan membela kebenaran bahwa nikah beda agama itu tidak sah. Ingat, ya, nikah beda agama tidak sah. Mari jaga diri dan keluarga kita,” imbaunya.

Gugatan Nikah Beda Agama di MK
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait pernikahan beda agama yang diajukan oleh E. Ramos Petege. Permohonan uji materi terhadap UU No 1/1974 tentang Perkawinan dinilai tidak beralasan menurut hukum.

“Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan yang digelar hari ini, Selasa (31/1).

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” sambungnya.
Ramos sebagai pemohon uji materi merupakan penganut Katolik yang hendak menikah dengan perempuan beragama Islam. Tetapi pernikahan tak bisa terlaksana karena tidak diakomodasi dalam UU Perkawinan soal pernikahan beda agama.

Dia merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan karena tidak dapat melangsungkan perkawinan tersebut.

MK dalam pertimbangannya menyatakan tidak menemukan adanya perubahan keadaan dan kondisi ataupun perkembangan baru terkait dengan persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawinan.

Sehingga tidak terdapat urgensi bagi MK untuk bergeser dari pendirian atas putusan sebelumnya. MK setidaknya sudah dua kali menolak gugatan yang serupa.

“Mahkamah tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan serta setiap perkawinan harus tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata hakim MK.(Sumber)