Memiliki usia sedikit lebih tua dari Republik, Kelompok Usaha Bakrie tercatat sebagai salah satu grup bisnis terbesar di Indonesia dengan nafas panjang bak pelari maraton. Berawal dari perusahaan dagang sederhana yang didirikan Haji Achmad Bakrie di Telukbetung, Kelompok Usaha Bakrie berkembang menjadi korporasi besar yang bergerak di bidang perdagangan umum, jasa konstruksi, agribisnis, pertambangan batubara, minyak dan gas bumi, serta telekomunikasi.
Dengan usianya yang panjang, Kelompok Usaha Bakrie selalu berusaha keras mengikuti perkembangan teknologi agar tidak digilas zaman. Sebelum Indonesia merdeka, bisnis yang berkembang saat itu di Hindia Timur Belanda adalah ekspor impor komoditas seperti karet, lada dan kopi. Setelah Indonesia merdeka dan berusaha melakukan modernisasi melalui pembangunan, Grup Bakrie dengan cepat beralih usaha menjadi perusahaan yang bergerak dalam sektor industri.
Saat itu, Grup Bakrie adalah pemain utama dalam sektor pipa baja dan pabrik kawat, mengingat Indonesia mulai mencanangkan industrialisasi dalam bidang pertanian dan migas. Haji Achmad Bakrie mulai menugaskan anak-anaknya, Aburizal, Roosmania, Nirwan Dermawan dan Indra Usmansyah untuk mengelola bisnis sendiri.
Yang menarik dari kisah peralihan generasi grup Bakrie adalah, walaupun mereka termasuk konglomerat pada awal pembangunan Orde Baru, tugas yang diberikan sang Ayah kepada anak-anaknya termasuk sangat berat. Dikisahkan dalam Mereka dari Bandung (1998), Aburizal Bakrie yang kuliah cukup lama di Institut Teknologi Bandung karena sibuk menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Elektroteknik (HME) dan menjadi demonstran untuk membubarkan PKI dan melawan Rezim Orde Lama, begitu lulus mendapatkan jabatan dengan titel mentereng pada perusahaan ayahnya.
“Tapi pekerjaan sebenarnya tidak lebih salesman,” demikian tulis Aburizal ketika mengenang penugasan pertama yang diberikan ayahnya.
Ekspansi Bisnis dan Krisis
Memasuki era Revolusi Informasi, Kelompok Usaha Bakrie pun merambah dunia teknologi. Saat itu pada tahun 1990-an, bisnis telekomunikasi berkembang pesat, dan Bakrie Electronics bekerja sama dengan Telkom Indonesia mendirikan perusahaan Radio Telepon Indonesia (Ratelindo). Sayangnya, perusahaan tersebut terkena imbas krisis moneter 1997-1998 dan nama Ratelindo diubah menjadi Bakrie Telecom pada tahun 2003.
“Saya pernah lebih miskin dari pengemis, utang perusahaan lebih besar dari aset yang dimiliki,” demikian tulis ARB, panggilan akrab kekinian Aburizal Bakrie dalam setiap kesempatan mengisahkan hidupnya.
Krisis moneter terjadi setelah sang Ayahanda wafat dan kepemimpinan korporasi diserahkan kepada ARB. Saat itu, ARB adalah tokoh nasional, menjabat sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) selama dua periode setelah sebelumnya menjabat Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Dengan kedudukannya sebagai pemimpin organisasi keprofesian itu, ARB memasuki dunia politik dengan menjadi anggota MPR dari Fraksi Golongan walaupun tidak begitu aktif. Ia baru benar-benar memasuki dunia politik saat mencalonkan diri sebagai Presiden melalui Konvensi Capres Partai Golkar 2004.
Setelah itu, kepemimpinan perusahaan diserahkan kepada adiknya, Nirwan Dermawan Bakrie (NDB). ARB didapuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menko Perekonomian kemudian Menko Kesra dalam Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009.
Saat itulah krisis besar kembali menghantam perusahaan dengan tragedi lumpur Lapindo yang sebenarnya terkait dengan pergerakan tektonik dan bencana alam besar dua kali sepanjang tahun 2006, gempa dan tsunami di Pangandaran serta Yogyakarta. Walaupun Grup Bakrie menang dalam pengadilan, ARB sebagai pemimpin keluarga mengambil keputusan penting.
“Atas perintah Ibu kami, saya beli seluruh tanah yang terdampak lumpur dengan nilai lebih tinggi dari nilai objek pajak,” demikian tegas ARB.
Krisis besar kedua adalah konflik dengan keluarga konglomerasi raksasa Rothschild yang dengan akal bulusnya mengadakan kerja sama dengan Kelompok Usaha Bakrie dalam sektor pertambangan batubara. Ternyata, Nate Rothschild sebenarnya berusaha keras mengusai konsesi raksasa tambang batubara di Kalimantan dan Sumatera dengan jalan menguasai perusahaan Bumi Resources milik Bakrie.
Dunia bisnis internasional saat itu heboh, sebuah perusahaan bumiputera asli Lampung bertarung dengan keluarga Rothschild, konglomerasi penguasa finansial Eropa dan diduga penyebab kekalahan Napoleon dalam Pertempuran Waterloo 1815. Dan tanpa bisa diduga, Grup Bakrie berhasil mengumpulkan cash lebih dari 100 juta dolar untuk membeli kembali saham Bumi Resources yang saat itu sudah hampir diakuisisi Rothschild.
Peralihan Generasi
Regenerasi adalah keniscayaan, demikian dengan krisis dan keberuntungan dalam berbisnis. Siapa yang alpa menyiapkan generasi dan membaca kecenderungan masa depan, akan kalah dalam pertarungan masa depan.
Krisis dan keberuntungan berulang kali dialami Kelompok Usaha Bakrie, dan sekarang mereka masuk ke dalam proses regenerasi. Anak-anak Aburizal, Nirwan dan Indra mulai memegang tampuk kepemimpinan perusahaan dan menjalani sektor-sektor masa depan. Yang menjadi pemimpin generasi ketiga ini adalah Anindya Novyan Bakrie (ANB) atau biasa disapa Anin.
Anin dikenal publik setelah sukses memimpin Visi Media Asia (VIVA), sebuah perusahaan yang bergerak di bidang media yaitu Viva News, ANTV dan TV One. Sejak diluncurkan pada 2006, VIVA menjadi brand terdepan dalam media televisi dan dunia maya. Vivanews menjadi salah satu portal berita elektronik terbesar di Indonesia, ANTV menjadi kanal televisi keluarga terbesar, dan TV One menjadi kanal berita politik terdepan.
Menjadi taipan media tidak cukup sebagai Launchpad untuk melompat ke masa depan. Krisis energi fosil perlu dihadapi dengan mempersiapkan diri merambah dalam bisnis energi baru dan terbarukan. Atas dasar analisis inilah, Bakrie Steel Industries yang didirikan pada tahun 2007 berubah nama menjadi PT VKTR Teknologi Mobilitas (VKTR) sejak 2022.
VKTR bergerak dalam sektor perdagangan dan manufaktur di bidang elektrifikasi transportasi. Kegiatan usaha perdagangan Perseroan bergerak di bidang distribusi suku cadang kendaraan komersial, terutama produk yang diproduksi oleh OEM (Original Equipment Manufacturer) Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (“KBLBB”).
Salah satu bisnis yang sedang berjalan adalah bus listrik untuk angkutan publik Transjakarta. Angkutan publik sangat penting di masa depan karena tidak lagi berbicara meningkatkan solidaritas warga kota, tetapi juga meningkatkan solidaritas manusia dengan lingkungan dengan jalan pengurangan emisi karbon untuk mengurangi dampak pemanasan global. Dan Grup Bakrie sangat berkomitmen dengan perjanjian masyarakat global tersebut.
Usia 81 tahun adalah pemicu semangat Grup Bakrie untuk lebih lincah dan bergerak cepat menjawab tantangan masa depan.
Regenerasi saja tidaklah cukup, kecerdasan dalam membaca tantangan masa depan adalah kunci memenangkan pertarungan, keluar dari krisis dan menikmati keberuntungan demi mencapai kemakmuran bersama.
Selamat Ulang Tahun, Grup Bakrie!
Khalid Zabidi, Pendiri Portal Berita Epicentrum