News  

Anthony Budiawan: Pemerintah Gagal Total, Korupsi Marak Kemiskinan Melonjak

INDONESIA berduka, pemerintah gagal membuat rakyat sejahtera, pemerintah gagal memberantas korupsi, pemerintah gagal memberantas kemiskinan.

Indonesia menangis, melihat rakyat miskin semakin miskin, melihat rakyat miskin semakin bertambah banyak.

Indonesia menangis, melihat oligarki semakin merajalela, oligarki semakin kaya dan makmur, menghisap darah rakyat bagaikan lintah.

Indonesia menangis, melihat koruptor semakin ganas dan tidak terkendali, merampas hak rakyat miskin, memiskinkan rakyat miskin.

Indeks persepsi korupsi turun tajam, dari skor 40 pada 2019 menjadi 34 pada 2022. Luar biasa. Penurunan skor yang sangat tajam mencerminkan pejabat Indonesia semakin korup, semakin tidak manusiawi, semakin ganas merampok uang rakyat, bersama oligarki.

Peringkat Indonesia sebagai negara terkorup di dunia naik dari posisi 85 (2019) menjadi posisi 110 (2022), dari 180 negara: Semakin tinggi peringkat, semakin korup.

Memburuknya tingkat korupsi Indonesia ini sudah bisa diperkirakan sebelumnya, berawal dari kesepakatan pemerintah dan DPR untuk melemahkan KPK, memangkas independensi KPK, mematisurikan KPK, dengan revisi UU KPK pada akhir 2019.

Tidak heran korupsi kemudian merajalela dan menjadi tidak terkendali. Pandemi Covid-19 yang mulai terdeteksi pada awal Maret 2020 dijadikan kesempatan dalam kesempitan.

Memanfaatkan pandemi, pemerintah menerbitkan PERPPU “Corona” dan UU yang terindikasi melanggar konstitusi.

Pandemi dijadikan alasan untuk “cetak uang”, atas nama Pengendalian Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), dan mendongkrak defisit anggaran yang kenudian melonjak tajam, mencapai Rp2.200 triliun selama periode 2020-2022.

Pada prakteknya pemulihan ekonomi nasional menjadi pemulihan dan peningkatan ekonomi oligarki dan pejabat koruptor.

Paket bantuan sosial merupakan sasaran empuk korupsi. Dana pengendalian Covid menjadi bancakan. Harga test PCR bagaikan harga rentenir lintah darat. Koruptor berpesta pora.

Tidak hanya sampai di situ, PERPPU “Corona” juga digunakan untuk memberi fasilitas kebal hukum kepada para pengusaha dan pejabat korup. Membuat korupsi semakin tidak terkendali.

Di lain sisi, kehidupan rakyat semakin sulit, terhimpit kenaikan harga yang melambung tinggi, harga pangan, harga BBM, tarif listrik, biaya transportasi, semua naik, bahkan pajak juga naik. Semua ini membuat rakyat semakin miskin.

Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin bertambah 200 ribu orang dalam enam bulan, terhitung Maret – September 2022. Persentase penduduk miskin juga naik, dari 9,54 persen menjadi 9,57 persen untuk periode tersebut.

Selama periode 2019-2022, periode korupsi tidak terkendali, dengan indeks turun 6 poin menjadi 34, jumlah rakyat miskin bertambah 1,57 juta orang, dari 24,79 juta orang pada September 2019 menjadi 26,36 juta orang pada September 2022. Dalam persentase, naik dari 9,22 persen pada 2019 menjadi 9,57 persen pada 2022.

Artinya, pemerintah gagal total mengatasi korupsi dan kemiskinan.

Yang menarik dan sangat penting, fakta di atas mengungkapkan secara jelas, bahwa peningkatan korupsi akan memiskinkan masyarakat. Korupsi naik, kemiskinan bertambah.

Contohnya, kasus korupsi izin ekspor minyak sawit dan turunannya sekitar April 2022. Korupsi izin ekspor ini mengakibatkan minyak goreng langka, dan membuat harga minyak goreng langsung melonjak, tentu saja membuat angka kemiskinan naik.

Yang menyedihkan, hukum tidak berpihak pada keadilan. Pelaku korupsi izin ekspor minyak sawit dihukum sangat ringan, hanya satu atau dua tahun saja.

Vonis hukuman yang ringan seperti ini menghina masyarakat dan keadilan, dan tidak membuat koruptor jera, bahkan mungkin semakin marak, karena mempertontonkan hukum semakin mudah dibeli.

Pelemahan KPK berhasil membuat koruptor merajalela dan korupsi tidak terkendali. Oligarki dan pejabat koruptor berhasil membuat rakyat miskin semakin bertambah banyak dan bertambah miskin.

Semua ini menunjukkan pemerintah gagal total dalam memberantas korupsi dan kemiskinan.

Semoga rakyat mampu menyelamatkan nasibnya, bebas dari pemerintahan yang diatur oligarki, bebas dan merdeka 2024!

Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

(Sumber)