Harga pembelian pemerintah (HPP) yang hingga kini belum ditetapkan pemerintah, telah menyebabkan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sudah anjlok. Sementara, harga beras di pasaran tetap tinggi dan belum ada tren penurunan.
Untuk itu, pemerintah diminta segera merumuskan kebijakan komprehensif di bidang pangan agar tercipta kewajaran pada ketersediaan dan harga pangan.
Hal tersebut menjadi bahasan dalam Focus Discussion Group (FGD) tentang pangan yang diselenggarakan Nagara Institute di Palembang, pada Selasa (28/2).
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi yang hadir sebagai pembicara, mengaku pihaknya terus menyiapkan berbagai upaya untuk memperbaiki tata kelola pangan nasional ini. Dia mengakui, sampai saat ini pemerintah memang belum menetapkan HPP. Namun, penurunan harga gabah di tingkat petani sudah terjadi.
“Yang sudah baru surat edaran yang dibuat berdasarkan hasil kesepakatan dengan para pelaku industri pangan,” kata Arief.
Belum lama ini, Bappenas memang telah membuat surat edaran berisi kesepakatan harga batas atas GKP di tingkat petani Rp 4.550 per kilogram, GKP di tingkat penggilingan Rp 4.650 per kilogram, dan Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp 5.700 per kilogram. Sementara, batas atas beras medium disepakati Rp 9.000 per kilogram.
Sebagai dampak dari surat edaran tersebut, harga gabah di tingkat petani di berbagai daerah langsung anjlok. Di beberapa daerah di Jawa Timur, misalnya, harga GKP sudah anjlok dari sebelumnya Rp 5.600 menjadi hanya Rp 3.500 per kilogram.
Sementara, harga beras medium di tingkat konsumen tetap tinggi, masih di atas Rp 10.000 per kilogram.
Mencermati masalah tersebut, Arief Prasetyo menjelaskan, kesepakatan harga dalam surat edaran tersebut dimaksudkan agar terjadi kewajaran harga mulai dari hulu hingga hilir, mulai dari tingkat petani hingga konsumen.
“Sekarang ini harga memang tidak normal. HPP masih belum dikeluarkan secara resmi. Kami sedang menyiapkan HPP. Tapi membicarakan masalah pangan tidak boleh sepotong-sepotong, harus menyeluruh mulai dari hulu sampai hilir,” jelasnya.
Badan Pangan Nasional yang baru berumur setahun ini, lanjut Arief, juga sedang menyiapkan berbagai kebijakan dan strategi yang menyeluruh menyangkut masalah pangan mulai dari hulu sampai hilir. Misalnya soal harga, tidak bisa di tingkat hulu harga ditekan, lalu di hilirnya tidak dijaga.
“Boleh mengambil keuntungan, tapi harus tetap dalam batas kewajaran,” ujarnya.
Sementara Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal, menjelaskan bahwa hasil FGD ini akan diseminarkan secara nasional pada 16 Maret 2023 di Jakarta.
Dijelaskan juga, ini merupakan rangkaian FGD ketiga. Sebelumnya, FGD serupa dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat, dan Makassar, Sulawesi Selatan.
“Semoga hasil dari semua rangkaian ini bisa menghasilkan masukan-masukan yang baik untuk membantu pemerintah memperbaiki masalah tata kelola pangan nasional,” pungkasnya.(Sumber)