News  

Alasan Dokter Gigi di Bali Aborsi 1.338 Perempuan: Kasihan Masih Sekolah dan Kuliah

Dokter gigi berinisial KAW alias Ketut Arik Wiantara (53) mengungkap motif melakukan praktik aborsi ilegal terhadap ribuan perempuan. Niat awalnya menolong, tapi caranya salah.

“Yang bersangkutan melakukan praktik ini dari mulut ke mulut. Pasien ini datang dan minta tolong atau beralasan melakukan ini karena mendapatkan permintaan dari pasien untuk gugur (menggugurkan kandungan),” kata Wadireskrimsus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra dalam jumpa pers di Denpasar, Senin (15/5).

Dihadirkan juga dokter Arik yang mengenakan baju tahanan warna oranye. Dokter berkepala plontos itu hanya menundukkan kepala.

Polisi mencatat ada 1.338 perempuan melakukan aborsi di rumah Arik sejak April 2020 hingga Mei 2023. Rata-rata pasien merupakan pelajar SMA, mahasiswa, dan pekerja.

“Yang bersangkutan karena melihat anak-anak datang masih sekolah, masih SMA dan kuliah sehingga alasannya kepada kami, kasihan terhadap anak tersebut masa depannya seperti apa. Sehingga dia niatnya menolong, tapi dia menolong yang salah, secara aturan tidak benar ini,” kata Dian.

Arik Pernah Dipenjara Kasus Aborsi
Penjara sebenarnya bukan hal asing bagi Arik. Dia pernah dipenjara selama 2,5 tahun pada tahun 2005 dan 5 tahun penjara tahun 2009 dalam kasus aborsi.

Arik berdalih, dia sudah berniat berhenti dari praktik ini, tapi pasien terus berdatangan. Apalagi pasien yang datang sebagian besar adalah pasien yang gagal aborsi secara mandiri.

“Dari keterangannya rata-rata pasien adalah yang berusaha menggugurkan kandungannya dengan cara minum obat-obatan dan tidak berhasil. Sehingga korban mendatangi korban untuk dibantu melakukan aborsi,” kata Dian.

“Yang bersangkutan mau berhenti, tapi karena banyak pasien yang minta tolong akhirnya yang bersangkutan mengulangi perbuatannya,” sambung Dian.

Menurut Dian, Arik melakukan prosedur ketat dalam tindakan aborsi. Arik terlebih dahulu melakukan pemeriksaan kesehatan pasien dan kandungan. Arik melakukan praktik aborsi jika pasien dalam keadaan sehat dan usia kehamilan 2-3 minggu.

“Jadi rata-rata itu belum berupa janin masih orok, maksimal 2-3 minggu yang datang ke tempat praktik tersebut. Sehingga masih gumpalan darah dan itu setelah diambil langsung dibuang di kloset. Masih gumpalan darah belum berupa janin,” kata Dian.

Hal ini lantaran janin belum terbentuk atau masih bersifat gumpalan darah pada usia kehamilan 2-3 minggu. Risiko aborsi juga lebih kecil dibandingkan usia kehamilan di atas 3 minggu.

“Kalau (usia kehamilan) sudah besar dia tidak berani karena membahayakan. Karena waktu pengalaman kedua ditangkap ada pasien yang meninggal sehingga dia agak berhati-hati untuk praktik ini, melihat kondisi janin utamanya,” kata Dian.

Tarif Rp 3,8 Juta
Arik mematok tarif Rp 3,8 juta per pasien. Tarif ini juga disesuaikan dengan kondisi finansial pasien.
“Jadi tarif Rp 3,8 itu yang dipasang, tapi dalam praktiknya kadang yang bersangkutan menyampaikan ada yang butuh kepepet dan kasihan, ada yang (membayar) kurang. Ada sisi kemanusiaan juga,” kata Dian.

Polisi menangkap Arik di rumahnya di Jalan Raya Padang Luwih, Kelurahan Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, pada Senin (8/5) lalu.

Tak Tercatat di IDI
Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut, Arik tidak tercatat sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali. Arik juga tidak memiliki izin praktik melakukan aborsi.

Arik mengaku belajar melakukan praktik aborsi secara otodidak baik melalui buku-buku kedokteran atau secara online.

Dalam kasus ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang senilai Rp 3,5 juta, buku catatan rekap pasien, 1 alat USG merek Mindray, 1 buah dry heat sterilizer plus ozon, 1 set bed modifikasi dengan penopang kaki dan seprai, peralatan kuretase, obat bius dan obat-obatan lain pasca-aborsi.

Arik Diancam 10 Tahun Penjara
Polisi menjerat Arik dengan Pasal 77 Juncto Pasal 73 ayat (1), Pasal 78 Juncto 73 ayat (2) tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 194 Juncto Pasal 75 ayat (2) UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Arik diancam maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.(Sumber)