News  

Diskriminasi Hukum: Ahok-Ganjar Dilepas, Plate Dijerat

Setidaknya ada 7 kasus dugaan korupsi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak diproses hukum. Ketujuh kasus tersebut misalnya saja kasus dugaan korupsi RS. Sumber Waras.

Informasinya Ahok diduga telah mengubah nomenklatur R-APBD 2014 tanpa persetujuan DPRD DKI, memanipulasi dokumen pendukung pembelian lahan dengan modus backdated, serta mengabaikan rekomendasi BPK.

Negara berpotensi dirugikan Rp 191 miliar. Hal ini melanggar Pasal 13 Undang-Undang No 2/2012 dan Pasal 2 Perpres No 71/2012. Bahkan berpotensi menambah kerugian negara Rp 400 miliar karena Kartini Muljadi hanya menerima Rp 355 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp 755 miliar, sisanya diduga digelapkan.

Ahok juga diduga terlibat korupsi dalam kasus Taman BMW dan berpotensi merugikan negara puluhan miliar rupiah. Termasuk dugaan korupsi lahan milik Pemprov DKI Jakarta. Sesuai audit BPK, Pemprov DKI Jakarta membeli lahan milik pemda sendiri di Cengkareng Barat dari Toeti Noezlar Soekarno.

Dalam kasus ini negara berpotensi dirugikan Rp 668 miliar. Terjadi penyalahgunaan dana APBD yang melanggar UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Dalam proses pembelian lahan terdapat pelanggaran gratifikasi oknum PNS Pemprov DKI Rp10 miliar, yang melanggar Pasal 12 UU No 20/2001. KPK telah berperan menetralisir kasus dengan memeroses dan menerima pengembalian gratifikasi Rp 10 miliar, namun menghentikan kasus korupsinya sendiri, Rp 668 miliar seperti dikutip dari kompas.com (7/1/2022).

Begitu pula dengan skandal mega korupsi e-KTP yang disebut-sebut melibatkan calon presiden dari PDIP, Ganjar Pranowo. Menurut tim pengacara Setya Novanto yang mempersoalkan hilangnya sejumlah nama-nama politikus dalam surat dakwaan. Pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail menyebut beberapa nama-nama yang disebut menerima uang namun kemudian hilang yaitu Ganjar Pranowo, Olly Dondokambey, dan Yasonna Laoly.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin menegaskan bahwa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menerima uang panas dari proyek e-KTP.

Ganjar disebut menerima uang sejumlah US$500 ribu dan Anas Urbaningrum sekitar Rp300 miliar. Nazaruddin mengaku melihat langsung pemberian uang tersebut kepada Ganjar di ruang kerja almarhum Mustokoweni, anggota Fraksi Golkar.

“Ada yang waktu di ruangan Mustokoweni, sewaktu-waktu pas Ganjar ada. Waktu itu diserahkan ke pak Ganjar ya ada. Memang ada,” kata Nazaruddin bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (19/2).

Amat berbeda dengan kasus yang menimpa Menteri Komunikasi dan Informatika yang juga Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Johnny G Plate dijerat dalam kasus pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1 – 5 Bakti Tahun 2020 – 2022. Kasus korupsi itu membuat negara rugi hingga Rp 8,3 triliun.

Yang menjadi pertanyaan publik mengapa kasus Ahok dan Ganjar Pranowo tidak diusut bahkan terkesan dipetieskan. Sementara kasus yang diduga menjerat Johnny G Plate begitu cepat diungkap dan ditangkap.

Apalagi ditengah gonjang-gonjang beda pilihan politik di Pilpres 2024. NasDem mendukung Anies Rasyid Baswedan. Jokowi dan LBP mendukung Ganjar Pranowo.

Sulit rasanya kasus Plate murni hukum. Aroma politik begitu menyengat. Apalagi tak lama berselang dari pertemuan SP dan LBP. Pertemuan panas, tegang dan kurang bersahabat itu.

Wallahua’lam bish-shawab.
Bandung, 29 Syawal 1444/20 Mei 2024
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis