News  

Utang Tembus Rp 20.000 Triliun, Anwar Abbas: Awas Bangkrut Seperti Sri Langka!

Boleh saja, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut utang pemerintah saat ini, sekitar Rp7.900 triliun per akhir Maret 2023, masih aman. Karena masih 39 persen dari PDB. Kenyataannya bisa berbalik. Jumlah utang era Jokowi justru mengerikan.

Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menyodorkan hasil hitung-hitungan anggota Komisi XI DPR, Mukhammad Misbakhun yang menyebut utang pemerintah saat ini, mencapai Rp20.750 triliun. Hampir 3 kali lipat data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp7.900 triliun itu.

Kalau benar angka Misbakhun itu, maka utang era Jokowi setara dengan 105,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan kata lain, rezim Jokowi telah melanggar UU No 1 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang membatasi rasio utang terhadap PDB maksimal 60 persen.

“Pernyataan Misbakhun yang menjelaskan tentang berapa sebenarnya utang negara benar-benar membuat kita takut karena akibat dari utang tersebut bisa-bisa negeri ini menjadi bangkrut dan kehilangan kedaulatannya seperti yang dialami Srilanka,” papar Buya Anwar, Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Lalu bagaimana cari Misbakhun menghitung utang pemerintah saat ini? Ketika utang pemerintah dikaitkan dengan utang dalam bentuk lain yang diistilahkan contingency debt yang dilakukan BUMN atas nama dan dijamin negara, maka berisiko menjadi tanggungan APBN.

Terkait utang BUMN saat ini, lanjut Anwar, menurut perhitungan Misbakhun mencapai Rp8.350 triliun. Ditambah kewajiban membayar pensiun para ASN dan TNI-POLRI yang belum dicatatkan ke APBN yang total estimasinya sekitar Rp4.500 triliun. “Totalnya menjadi Rp20.750 triliun. Itu menurut perhitungan Misbakhun,” imbuhnya.

Dia menyarankan, seluruh pejabat negara, seharusnya tidak boleh menganggap enteng masalah utang pemerintah saat ini. “Selain kita harus berupaya membayar dan mengurangi utang, serta resikonya, tentu kita juga harus berupaya untuk meningkatkan PDB.

Caranya dengan meningkatkan konsumsi, investasi, belanja pemerintah, surplus neraca perdagangan. Karena, keempat komponen itu, berkontribusi besar terhadap PDB,” terangnya.(Sumber)