News  

Menko Airlangga Hartarto Jadi Saksi di Kejagung, Dicecar 46 Pertanyaan Selama 13 Jam

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto telah merampungkan pemeriksaan oleh penyidik Kejagung. Total hampir 13 jam, Airlangga diperiksa dalam kasus dugaan korupsi Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO). Ia diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi.

Airlangga memasuki Gedung Bundar pada Senin (24/7) sekitar pukul 08.20 WIB. Dia keluar dari gedung yang sama pada pukul 21.10 WIB.

“Saya hari ini hadir untuk menjawab pertanyaan. Dan saya tadi telah menjawab 46 pertanyaan. dan mudah-mudahan jawaban sudah dijawab dengan sebaiknya. Hal-hal lain tentunya nanti penyidik yang akan menyampaikan,” kata Airlangga usai pemeriksaan.

Airlangga diperiksa sebagai saksi terkait korupsi CPO atau minyak goreng. Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, yang bersangkutan digali soal kebijakan yang terkait dengan CPO di Kementerian Perdagangan.

“Kemarin saya sudah sampaikan yang digali terkait dengan kebijakan, terkait dengan pelaksanaan kegiatan, terkait informasi kebijakan. Karena ini terkait dengan 3 tersangka korporasi yang sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” kata Sumedana kepada wartawan, Senin (24/7).

Tiga korporasi yang dimaksud ialah Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Kejagung menjerat ketiga perusahaan itu sebagai tersangka untuk mengejar pengembalian kerugian negara.

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus yang sudah diusut Kejaksaan Agung. Ada sejumlah pihak yang telah dijerat yakni termasuk Dirjen Daglu Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana, Lin Che Wei, dan lain-lain. Total ada 5 orang yang dijerat.

Lin Che Wei sendiri ialah bagian dari tim asistensi Airlangga Hartarto selaku Menko Perekonomian yang direkrut pada 2019. Lin Che Wei dkk sudah dinyatakan bersalah oleh hakim hingga tingkat kasasi.

Mereka dinilai terbukti bersama-sama melakukan melawan hukum dalam mengkondisikan produsen CPO untuk mendapatkan izin Persetujuan Ekspor (PE) CPO dan turunannya. Mereka terbukti merugikan keuangan negara.

Merujuk putusan Pengadilan Tipikor Jakarta, perhitungan kerugian negara dalam kasus ini dinyatakan terbukti oleh hakim. Namun nilainya lebih sedikit dari dakwaan jaksa. Kerugian negara itu berdasarkan audit dari BPKP terkait persetujuan ekspor CPO pada Februari hingga Maret 2022.

“Terdapat kerugian keuangan negara seluruhnya berjumlah Rp 6.047.645.700.000. Sebagaimana hasil audit BPKP nomor pe.03/SR-511/03/01/2022 tanggal 18 Juli 2022. Bahwa dari kerugian tersebut terdapat kerugian negara sebesar Rp 2.952.526.912.294,45,” ucap hakim.

Angka Rp 2,9 triliun lebih itulah yang dinilai merupakan kerugian negara dalam kasus ini. Uang tersebut merupakan beban keuangan yang ditanggung pemerintah dengan diterbitkannya PE tergabung dalam perusahaan-perusahaan grup Wilmar grup Permata Hijau dan grup Musimas.

“Terhadap unsur perbuatan merugikan negara telah terpenuhi dalam perbuatan terdakwa,” kata hakim.

Berikut rinciannya:
Grup Wilmar Rp 1.658.195.109.817,11
Grup Permata Hijau Rp 186.430.960.865,26
Grup Musim Mas Rp 1.107.900.841.612,08

(Sumber)