Nasib PT Waskita Karya Tbk (Persero) kini tengah terpuruk.
Setelah diterpa sederet masalah, perusahaan konstruksi pelat merah itu kini dilaporkan tidak bisa membayar bunga dan pelunasan pokok obligasi yang sudah jatuh tempo pada Minggu, 6 Agustus 2023.
Dikutip dari Kontan, surat utang berdenominasi rupiah ini memiliki total outstanding sebesar Rp 135,5 miliar atau setara US$ 8,9 juta.
Gagal bayar terjadi setelah WSKT juga melewatkan pembayaran kupon yang seharusnya sudah jatuh tempo pada 30 Mei 2023.
Adapun total utang emiten PT Waskita membubung menjadi 84,31 triliun hingga 30 Juni 2023 dari sekitar hanya Rp 3 triliun pada tahun 2014.
Kenaikan utang tersebut terjadi sepanjang rezim Presiden Joko Widodo sejalan dengan rencana pemerintah untuk mendorong proyek infrastruktur.
Imbasnya, utang itu menambah beban PT Waskita setelah berturut-turut mengalami kerugian sejak tahun 2019, utang yang menggunung hingga kerap mengajukan penundaan pembayaran, digugat pailit sejumlah perusahaan kreditur, dan sahamnya disuspensi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Belum lagi, mantan dirutnya jadi tersangka dugaan korupsi, dugaan terkuatnya manipulasi laporan keuangan yang diungkap Kementerian BUMN, hingga terbaru pemerintah membatalkan pencairan penyertaan modal negara (PMN).
Melihat kondisi demikian, Bank Mandiri yang notabene merupakan sesama BUMN, bahkan memutuskan untuk menghentikan penyaluran kredit kepada semua karyawan Waskita Karya dan entitas anak usahanya.
Kondisi keuangan
Dikutip dari Kompas.com, BUMN karya itu memang tengah berdarah-darah.
Beban terberatnya saat ini adalah perusahaan harus membayar utang yang segera jatuh tempo, baik pinjaman pokok maupun bunganya.
Sulit membayar utang Mengutip Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2023 yang dipublikasikan perseroan, laporan neraca keuangan memperlihatkan total utang perusahaan sudah menembus Rp 84,31 triliun, terdiri dari utang jangka pendek Rp 22,79 triliun dan utang jangka panjang Rp 61,51 triliun.
Misalnya saja untuk utang jangka pendek yang segera jatuh tempo kurang dari setahun, Waskita Karya harus membayar ke bank Rp 868,37 miliar, surat utang jangka menengah mendekati jatuh tempo Rp 250 miliar, dan utang obligasi Rp 6,566 triliun.
Bandingkan dengan asetnya yang berupa kas dan setara kas Waskita Karya yang hanya Rp 1,72 triliun.
Artinya, kas yang dimiliki perusahaan sangat jauh dari cukup untuk membayar utang yang segera jatuh tempo.
Perusahaan memang tercatat memiliki total aset sebesar 96,32 triliun.
Namun sebagian besar berupa aset tidak lancar yakni sebesar Rp 72,15 triliun.
Sementara ekuitas (modal) perusahaan hanya Rp 12 triliun.
Karena tak sanggup membayar pinjaman, Waskita Karya beberapa kali mengajukan penundaan bayar kepada para krediturnya melalui pengadilan.
Masih berujuk pada Laporan Keuangan Kuartal II-2023, Waskita Karya juga mencatatkan rugi sebesar Rp 2,23 triliun.
Sebelumnya, sepanjang tahun 2022 lalu Waskita Karya mencatat kerugian bersih Rp 1,9 triliun, lalu tahun 2021 merugi Rp 1,1 triliun, bahkan di tahun 2020 mencatatkan rekor kerugian Rp 7,38 triliun.
Pemerintah Batalkan PMN
Pemerintah memutuskan untuk membatalkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) dari APBN kepada PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) yang sudah telanjur dicairkan.
Waskita Karya sendiri mengumumkan telah mengembalikan dana PMN senilai Rp 3 triliun ke rekening kas umum negara.
Direktur Utama Waskita Karya, Mursyid, mengungkapkan permintaan agar PMN dikembalikan ke kas negara tersebut datang dari Komite Privatisasi yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam surat Nomor EK.5/126A/M.EKON/05/2023 tanggal 10 Mei 2023 perihal Tindak Lanjut Dana PMN Untuk PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
“Komite privatisasi melalui surat tersebut di atas telah menyetujui dan memutuskan untuk mengembalikan dana PMN TA 2022 sebesar Rp 3 triliun kepada perseroan ke rekening kas umum negara dan proses rights Issue/privatisasi perseroan tidak dilanjutkan,” kata Mursyid dalam suratnya sebagaimana dikutip dari Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Minggu (6/8/2023).
Imbas dari pembatalan dana PMN Tahun Anggaran 2022 tentunya berdampak terhadap Rencana Kerja Anggaran Perseroan (RKAP), di mana perusahaan harus mencari sumber pendanaan lain untuk penyelesaian beberapa proyek yang tengah dikerjakan maupun akan digarap.
“Atas pembatalan dana PMN TA 2022 berdampak terhadap RKAP, namun perseroan akan terus berkomitmen untuk memperbaiki kinerja keuangan serta berkoordinasi dengan para stakeholder dalam mencari sumber pendanaan alternatif penyelesaian proyek sehingga target kinerja yang ditentukan dapat tercapai,” beber Mursyid.
Dua proyek yang paling terdampak dari pembatalan suntikan PMN dari APBN tersebut adalah pembangunan Tol Ciawi – Sukabumi dan Tol Palembang – Betung.
Selain itu, Waskita Karya juga sebelumnya berencana melakukan righ issue di pasar modal karena adanya pencairan PMN dari negara.
Rencana ini pun terpaksa dibatalkan sehingga saham publik di perusahaan BUMN tersebut tak jadi terdilusi (penurunan persentase kepemilikan saham).
“Berkaitan dengan hal tersebut, Perseroan akan menyiapkan langkah-langkah strategis untuk penyelesaian 2 (dua) ruas tol yang menjadi tujuan penggunaan PMN TA 2022 Waskita, yaitu ruas tol Kayu Agung – Palembang – Betung dan ruas tol Ciawi – Sukabumi.
Sempat ditahan Kemenkeu
Sebelumnya Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati juga sempat menunda pencairan PMN bagi Waskita Karya untuk tahun anggaran 2022 sebesar Rp 3 triliun.
Sedangkan untuk tahun 2021, PMN yang sudah diberikan Rp 7,9 triliun.
Penundaan tersebut karena adanya potensi default perseroan dan penjualannya (kontrak baru) tak sesuai target.
Dasar penundaan pencairan PMN karena dari sisi penjualan Waskita Karya merosot di mana kontrak baru tak sesuai dengan target.
Ditambah lagi adanya potensi default atau gagal bayar utang.
Keuangan Waskita Karya sendiri tengah berdarah-darah.
Terus menerus mencatat rugi, utang menggunung, dan bolak-balik ke pengadilan menghadapi berbagai gugatan, terutama dari para vendornya yang belum terbayarkan.
Dugaan poles laporan keuangan
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga sebelumnya mencium aroma tidak sedap pada laporan keuangan Waskita Karya.
Selain Waskita, dugaan memoles laporan keuangan dijuga dilakukan BUMN karya lainnya, Wijaya Karya.
Kecurigaan manipulasi laporan keuangan agar kinerjanya tampak baik itu dibeberkan Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo.
Padahal, kedua perusahaan itu juga berstatus perseroan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Baik Wika maupun Waskita, merupakan BUMN konstruksi yang selama ini kerap didera kesulitan keuangan.
Kedua perusahaan juga menanggung utang menggunung, baik kepada para kreditur maupun para vendornya.
Tiko mencontohkan, salah satu dugaan kuat dari Kementerian BUMN, Waskita dan Wika dicurigai memoles laporan keuangan arus kasnya (cashflow) yang lancar, padahal kondisi sebenarnya tengah kesulitan.
“Seperti Waskita, seperti Wika ini memang pelaporan keuangannya ini tidak sesuai dengan kondisi riilnya, artinya dilaporkan seolah-olah untung bertahun-tahun padahal cashflow-nya tidak pernah positif sebenernya,” beber Tiko, sapaan akrab Kartika Wirjoatmodjo.
Tiko menyebut, saat ini pihaknya tengah meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan investigasi laporan keuangan yang disajikan dua BUMN yang kantor pusat saling bertetangga di kawasan Cawang tersebut.
Dalam menyusun laporan keuangan, lazimnya perusahaan sudah diaudit oleh auditor independen dari Kantor Akuntan Publik (KAP).
Sehingga, praktik manipulasi laporan keuangan juga bisa menyeret KAP yang disewa untuk mengaudit laporan keuangan Wika dan Waskita.
“Kita mulai lakukan ini, saya sudah lapor ke BPKP, apabila ada fraud (kebohongan) dari sisi pelaporan keuangan kita bisa lakukan tindakan tegas dengan kerangka governance yang ada,” ujar Tiko.
Selain itu, praktik memoles laporan keuangan juga menampar muka Kementerian BUMN. Di mana Menteri BUMN Erick Thohir selalu menekankan praktik good governance.
“Karena kita memberikan efek jera, jangan sampai manajemen ini kemudian melaporkan laporan keuangan yang overstated, tapi perusahaannya bangkrut setelahnya, ini lucu,” ucap mantan Dirut Bank Mandiri itu.(Sumber)