DKI Jakarta kini tengah dikepung polusi udara. Kita bahkan bisa melihatnya secara kasat mata. Melalui ruang kota yang berkabut, menguning, bahkan jarak pandang yang semakin pendek.
Buruknya kualitas udara lalu berdampak pada meningkatnya pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Salah satunya terjadi di Puskesmas Gambir dan Petojo Selatan, Jakarta Pusat. Bukan cuma warga biasa, Jokowi juga kini batuk-batuk sudah hampir empat minggu.
“Presiden minta dalam waktu satu minggu ini ada langkah konkret karena presiden sendiri sudah batuk, katanya sudah hampir 4 minggu beliau [batuk], belum pernah merasakan seperti ini,” kata Menteri Ad Interim ESDM Sandiaga Uno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/8).
Memburuk Sepanjang 2023
AQI
|
Level Polusi Udara
|
---|---|
<50
|
Baik
|
51 -100
|
Moderat
|
101-150
|
Tidak sehat untuk kelompok sensitif
|
151-200
|
Tidak sehat
|
201-300
|
Sangat tidak sehat
|
300+
|
Berbahaya
|
Pada 1 Januari 2023, kualitas udara di Jakarta masuk dalam kategori moderat. Sementara, pada 14 Agustus 2023, kualitas udara di Jakarta sangat tidak layak untuk dihirup dengan skor indeks capai 154.
Ini artinya, udara di DKI Jakarta sudah tidak sehat, sebab masuk dalam kategori tersebut. Tingkat kualitas udara ini sangat merugikan manusia dan kelompok hewan yang sensitif, serta menimbulkan kerusakan pada tumbuhan hingga nilai estetika.
Apabila data 1 Januari dan 15 Agustus 2023 dibandingkan, buruknya udara di Jakarta meningkat mencapai 166,67 persen. Ini naik hampir 3 kali lipat.
Membandingkan Kualitas Udara di Jakarta dari Tahun 2021-2023
Tahun 2021, menjadi tahun dengan indeks kualitas udara di Jakarta yang terbilang cukup sehat. Pasalnya, tak ada bulan-bulan yang kualitas udaranya menyentuh angka 150 atau dalam kategori tidak sehat.
Bulan-bulan di sepanjang tahun tersebut didominasi kualitas udara yang berwarna biru (0-25) hingga hijau (25-50). Angka 0-25 menunjukkan indeks dengan kualitas udara yang masuk dalam kategori baik berdasarkan Air Index Quality (AQI).
Tahun 2021 menjadi tahun pandemi COVID-19. Pemerintah melakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Penerapan PPKM tersebut merupakan upaya untuk menahan laju penyebaran COVID-19.
Beberapa pembatasan yang dilakukan, seperti diberlakukannya jam buka bagi beberapa toko hingga rumah makan. Kebijakan kantor Work from Home (WFH) hingga Hybrid Working yang membuat para pekerja tak perlu pergi ke kantor dan cukup bekerja di rumah saja.
Kebijakan tersebut akhirnya memengaruhi penggunaan transportasi pribadi, khususnya di daerah Jakarta. Jalan protokol ibukota yang biasanya tampak macet di waktu-waktu peak hours, seperti jam berangkat dan pulang kerja, saat diberlakukan PPKM kemacetan yang diakibatkan kendaraan pun menurun drastis.
Itu tandanya kualitas udara merugikan manusia, hewan, bahkan dapat menimbulkan kerusakan bagi tumbuhan. Penerapan PPKM yang tak seketat tahun 2021, membuat kualitas udara tak se-sehat tahun itu. Pemerintah sendiri akhirnya mencabut PPKM pada 30 Desember 2022.
Sementara, di tahun 2023 kualitas udara hampir serupa dengan kondisi di tahun 2022. Namun, semakin parah di bulan Agustus. Indeks kualitas udara dengan angka 150-175 atau kategori tidak sehat sudah terjadi seminggu lamanya di bulan Agustus tahun ini.
Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Sufi Fitria Tanjung, menilai pemerintah lalai terkait polusi udara yang makin mengepung Ibu Kota. Selain itu, ia menambahkan, kebijakan kontradiktif di tingkat Pemprov Jakarta justru malah dilakukan, seperti penghancuran trotoar pejalan kaki dan penghentian pembangunan jalur sepeda.
“Kami tidak menyanggah bahwa sektor transportasi masih jadi penyumbang terbesar. Tetapi pernyataan pemerintah, terutama pemprov, seperti menegasikan kontribusi polutan dari sumber lain. Bahkan menyalahkan musim kemarau, dan sebagainya,” kata Suci melalui pesan singkat, Selasa (15/8)
Dokter Umum, Dwitia Noviari mengatakan, pasien ISPA tidak hanya menyasar orang dewasa, tapi juga anak-anak. Peningkatan itu terjadi dalam sepekan terakhir usai memburuknya udara Jakarta.
“Saya kebetulan nggak kerja di sini aja, kebanyakan di poli umum Puskesmas Kecamatan Gambir. Tapi memang sekarang sih kasus ISPA-nya lagi meningkat,” kata Dwitia Noviari saat ditemui di Puskesmas Petojo Selatan, Senin (15/8).
Lebih lanjut, Dwitia mengungkapkan, untuk pencegahan ISPA dapat dilakukan dari diri sendiri hingga lingkungan. Salah satunya dengan tetap memakai masker.
“Karena udara sedang jelek-jeleknya, polusi meningkat, kalau bisa keluar pakai masker. Kalau misal sudah terkena ISPA, ya kalau bisa di rumah ada orang tua atau anak kecil, kita pake masker. Untuk cegah penularan,” ujar Dwitia.
Wacana 3 in 1 dan Hybrid Working
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyoroti banyaknya orang yang menggunakan kendaraan pribadi untuk satu orang. Menurutnya, itu jadi salah satu penyumbang polusi udara di Jabodetabek.
Budi mengusulkan agar dibuat kebijakan penggunaan satu mobil untuk diisi 3 sampai 4 orang. Hal ini untuk mengatasi masalah polusi udara di Jabodetabek yang kian memburuk.
Namun, menanggapi hal tersebut, Direktur Operasional & Pemeliharaan MRT, Muhammad Effendi, mengatakan kebijakan 4 in 1 belum efektif untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi di Jakarta, sebab menurutnya masyarakat masih tetap memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang kendaraan umum.
“Kalau saya melihat sih sangat positif ya. Tapi menurut saya tidak menyelesaikan masalah sih. Bukan tidak menyelesaikan masalah sih, tapi idealnya itu orang-orang itu dipindahkan dari pengguna mobil pribadi ke public transport, itu yang paling ideal,” kata Effendi saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (15/8).
Sementara itu, Presiden Jokowi juga sudah melakukan rapat terbatas membahas kualitas udara di wilayah Jabodetabek di Istana Merdeka pada 15 Agustus kemarin.
Jokowi menyampaikan arahan kepada jajaran pemerintah terkait untuk ditindaklanjuti dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
“Dalam jangka pendek, kita melakukan intervensi berupa rekayasa cuaca untuk memancing hujan, menerapkan regulasi batas emisi EURO 5 dan EURO 6, dan memperbanyak ruang terbuka hijau,” jelasnya.
“Kalau perlu, mendorong kantor-kantor melaksanakan hybrid working, work from office, work from home,” sambung dia.(Sumber)