Wacana duet Anies-Cak Imin meledak. Sejak kemarin sore hingga pagi ini masih ramai jadi perbincangan publik. Bermacam-macam respon berkembang.
Ada yang merespon biasa-biasa saja sebagai bagian dinamika politik. Bongkar pasang capres-cawapres hal biasa. Tentu ingat dengan pencalonan Kyai Ma’ruf Amin (KMA) di Pilpres 2019 yang lalu. KMA muncul di detik-detik terakhir jelang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden. Sebelumnya santer terdengar nama Mahfud MD bakal mendampingi Jokowi.
Masih ada waktu 2,5 bulan lagi menuju masa pendaftaran calon presiden dan wakil presiden, yakni 19 Oktober 2023-25 November 2023. Tentu saja masih sangat dinamis.
Mungkin ini yang dimaksud dengan gelombang besar yang pernah disebut Deputi Balitbang Partai Demokrat Syahrial Nasution, Senin (28/8/2023).
Gelombang besar karena wacana duet Anies-Cak Imin. Zig zag politik itu biasa. Temponya dibilang cuma sebentar. Sedikit ada guncangan. Pro kontra. Suasana memanas. Setelah itu normal kembali.
Yang ramai justru group sebelah. ABW tamat, katanya. Ditinggal Partai Demokrat. Cak Imin tersandung kasus kardus durian. PKB urung berkoalisi di detik-detik terakhir jelang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden ke KPU. Sesederhana itu ya analisisnya.
Nyinyiran dari group sebelah yang menarasikan jika duet Anies-Cak Imin akan membahayakan posisi calon presiden Anies Rasyid Baswedan apabila isu pentersangkaan Cak Imin jelang detik-detik pendaftaran ke KPU oleh KPK atau Kejagung.
Narasi itu berpotensi benar jika tiba-tiba PKB menarik diri dari koalisi Anies Rasyid Baswedan karena Cak Imin diancam jadi tersangka. Sementara koalisi NasDem dan PKS belum memenuhi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
PD dan AHY digoda. Digaet partai koalisi lain menjadi calon wakil presiden. KPP bubar sehingga pencalonan ABW sebagai calon presiden batal. Sejauh itukah?
Berdasarkan konstelasi politik terakhir. Sebenarnya Partai Demokrat dan PKB sudah terkunci. Peluang Partai Demokrat dan PDIP berkoalisi amat kecil karena terhalang dendam politik masa lalu antara MSP dan SBY. Tidak mudah bagi PDIP dan PD untuk rekonsiliasi politik.
PD merapat ke koalisi PS jika mengincar posisi cawapres peluangnya juga kecil. Sebab PS punya calon sendiri. Bila MK meloloskan persyaratan minimal umur capres-cawapres, peluang PS-GRR menguat.
Demikian pula rencana duet SSU-AHY. SSU hanya punya “modal” awal PPP yang punya 19 kursi DPR. Koalisi PD dan PPP belum memenuhi ambang batas minimal pencalonan presiden dan calon wakil presiden.
Menarik PAN dalam koalisi PD dan PPP bukan hal mudah. Selain PAN loyalis Presiden Jokowi juga PAN dikabarkan menjagokan Erick Thohir sebagai calon wakil presiden.
Satu-satunya pilihan PD yang logis adalah tetap bertahan di KPP mendukung Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden. Aksi ngambek (jika benar) sesaat PD diprediksi tak akan berlangsung lama.
Berkembang juga asumsi bahwa dibalik isu duet Anies-Cak Imin sebagai zigzag politik Surya Paloh. Saat SP bertemu Presiden Jokowi, 17 Juli 2023 di Istana Kepresidenan. Presiden Jokowi bertanya ke SP soal calon wakil presidennya ABW.
Surya Paloh sebagai maestro politik tentu punya kalkulasi sendiri. Zigzag politik SP sebenarnya menarik untuk dicermati. Tentu saja SP dan Cak Imin sudah menyiapkan opsi lain andai ada sesuatu dengan Cak Imin. Misalnya opsi duet Anies-KIP.
Wallahua’lam bish-shawab
Bandung, 15 Shafar 1445/1 September 2023
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis