Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut negara berpotensi merugi hingga Rp 140 miliar per bulan dari ketidaktepatan data penerima bantuan sosial. Penerima bansos disebut justru memiliki pendapatan di atas UMK, bahkan sebagai ASN.
“Saya ingin menyoroti potensi fraud-nya, tentu saja, kalau kita bicara fraud, kenapa seorang ASN didaftarkan sebagai penerima bansos, kenapa pekerja yang sudah memiliki upah didaftarkan sebagai penerima bansos, dan pengurus perusahaan juga didaftarkan [jadi penerima bansos],” kata Alex kepada wartawan usai agenda sosialisasi aksi Stranas terkait Optimalisasi Interaporabilitas Data berbasis NIK untuk program bantuan sosial di Gedung ACLC KPK, Selasa (5/9).
“Jadi persoalan tadi, ada beberapa ribu dengan potensi kerugian Rp 140-an miliar per bulan, dari dana yang disalurkan ke mereka, yang diduga tidak berhak,” tambah Alex.
Dari masalah yang ditemukan tersebut, KPK lewat StranasPK bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini melakukan sosialisasi ke seluruh kepala daerah untuk pengarahan mengenai persoalan data.
Kepala daerah dilibatkan karena data berasal dari mereka. Sehingga Alex mewanti-wanti betul agar para kepala daerah betul-betul memberikan data yang tepat.
Bahkan Alex berseloroh kepada para kepala daerah bahwa semakin banyak penduduk suatu daerah itu menerima bansos, itu berarti kepala daerah gagal. Gagal dalam menjalankan tugas mengentaskan kemiskinan.
“Jadi bukan bagaimana sebanyak-banyaknya masukkan data penduduk itu sebagai penerima bansos, apalagi tahun depan tahun politik, masukkan saja semua biar dapat bansos, itu kan konyol, saya bilang gitu,” kata Alex.
“Makanya saya sampaikan tidak benar, berlomba-lomba memasukkan data penduduk untuk menerima bansos. Justru kalau semakin banyak warga menerima bansos itu menunjukkan kegagalan dari seorang kepala daerah dalam rangka mensejahterakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan,” pungkas Alex.
Pada kesempatan sama, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan membeberkan bahwa ada sekitar 23,8 juta penerima bansos yang berstatus ASN. Data itu ditemukan setelah dilakukan penyesuaian antara data Kemensos dan BKN.
“Rapat hari ini kita undang semua daerah, kita pulangin ini data, mohon diperbaiki, kita kasih waktu sebulan,” kata dia.
“Ini nilai ketidaktepatan ini kita hitung sekitar Rp 523 miliar per bulan karena salah kita kasih ke orang yang sebenarnya tidak tepat. Tapi khusus untuk ASN dan yang penerima upah itu, kita estimasi Rp 140 miliar per bulan itu sebenarnya kita enggak tepat kasihnya,” imbuh Pahala.(Sumber)