News  

4 Fakta Rencana Penggusuran Warga Pulau Rempang Terkait Proyek Rempang Eco City

Ribuan warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, terancam digusur terkait rencana pengembangan kawasan Rempang Eco City. Pasalnya, proyek ini berada di dua Kelurahan Pulau Rempang, Kelurahan Sembulang dan Rempang Cate.

Penggusuran ini berawal dari rencana pengembangan kawasan ekonomi baru atau The New Engine of Indonesia’s Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City” di daerah itu. Pembangunan ini menjadi fokus pemerintah pusat usai Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Cina pada akhir Juli lalu.

Berikut fakta-fakta dari kasus penggusuran warga Pulau Rempang terkait pengembangan kawasan Rempang Eco City.

1. Diklaim menciptakan 30 ribu lapangan kerja baru

Pembangunan Rempang Eco City diklaim menciptakan hingga 30 ribu lapangan kerja. Dirangkum dari Antara, tenaga kerja yang akan dipekerjakan di perusahaan tersebut juga diambil dari masyarakat Pulau Rempang.

Tak hanya itu, proyek yang ditargetkan mencapai Rp 381 triliun tersebut dapat menyerap lebih kurang 30.000 tenaga kerja. Akibatnya, akan berdampak baik terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Batam serta kabupaten dan kota lain di Provinsi Kepri.

2. Penolakan pengembangan kawasan Rempang Eco City

Proses pembangunan Rempang Eco City tidak serta merta berjalan mulus. Ribuan warga Rempang yang berasal dari 16 kampung tua menolak direlokasi akibat pembangunan tersebut. Selain warga Rempang, aksi ini juga didukung 50 kampung masyarakat melayu yang ada di Kepri. Termasuk warga melayu dari Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang.

Menuntut hal yang sama, ribuan warga adat se-Kota Batam juga melakukan demonstrasi di depan Kantor Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam atau BP Batam pada Rabu, 23 Agustus 2023. Dalam aksi penolakan ini, mereka juga meminta pengakuan terhadap tanah adat dan ulayat warga. Serta penghentian intimidasi terhadap masyarakat Rempang yang menolak relokasi.

3. Bentrok warga Rempang dan aparat gabungan

Warga Rempang sempat bentrok dengan Aparat gabungan dari TNI, Polri, dan BP Batam buntut dari rencana pengembangan Rempang Eco City. Tepatnya, pada 7 September 2023 Aparat gabungan memaksa masuk ke kampung adat Rempang untuk pemasangan patok tapal batas di Pulau Rempang.

Sebelumnya, masyarakat Rempang menolak kedatangan aparat gabungan itu. Mereka pun melakukan pemblokiran dengan menebang pohon hingga meletakkan blok kontainer di tengah jalan. Warga juga melakukan lemparan batu yang kemudian disambut oleh gas air mata yang ditembakkan oleh aparat.

Atas kejadian tersebut enam warga dilaporkan ditangkap. Puluhan masyarakat mengalami luka-luka dan anak-anak sekolah pun dibubarkan paksa akibat gas air mata.

4. Intimidasi dan kriminalisasi warga Rempang

Disamping itu, warga yang vokal menolak relokasi tersebut dilaporkan ke polisi. Salah satunya tokoh masyarakat warga melayu tempatan di Rempang, Gerisman Ahmad yang dijemput paksa oleh petugas Polda Kepri. Dirinya dituduh melakukan pungutan liar di Pantai Melayu, Rempang Batam. Termasuk merusak pesisir, hutan dan terumbu karang.

Atas kejadian tersebut, Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI, Edy Kurniawan menilai pemanggilan warga Rempang tersebut merupakan bentuk upaya intimidasi dan kriminalisasi. Menurutnya, modus seperti ini jamak terjadi dalam proses pembangunan proyek skala besar di Indonesia.

Dijelaskan Edy juga, serangkaian intimidasi dan upaya kriminalisasi ini cenderung mencari kesalahan masyarakat yang menolak. Misalnya dikaitkan dengan pasal-pasal pemalsuan, penguasaan lahan dalam kawasan hutan, pasal penyalahgunaan tata ruang, hingga pasal korupsi. “Ini menurut kami adalah kesalahan yang dicari-cari,” tandas Edy pada Selasa, 15 Agustus 2023.(Sumber)