News  

Ketua MK: Bila Gugatan Usia Maksimal Dikabulkan, Ada Capres yang Gagal Maju!

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengisi kuliah umum di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah. Di tengah kuliahnya, dia sempat menyinggung soal perkara yang ditangani MK saat ini. Misalnya soal batas usia maksimal capres.

“Ini saya tidak bicara kasus-kasus konkret yang sedang diuji di MK dan ditunggu seluruh rakyat Indonesia termasuk oleh para capres masih menunggu putusan MK,” kata Anwar dikutip dari YouTube Universitas Islam Sultan Agung, Senin (11/8).

Anwar menjelaskan, saat ini ada dua gugatan yang masuk ke MK terkait kriteria capres dan cawapres. Pertama soal batas usia minimal dan batas usia maksimal seseorang mendaftar sebagai capres atau cawapres.

Ini umpama, umpama. Kalau nanti MK memutuskan bahwa untuk menjadi presiden atau wakil presiden batas maksimalnya 70 tahun berarti akan ada capres yang gagal.
–Ketua MK Anwar Usman

Adik ipar Jokowi itu memastikan, apa yang disampaikan tidak ada kaitannya dengan perkara yang tengah ditangani MK. Dia hanya menjelaskan bagaimana peran dan kedudukan MK yang begitu penting.

“Nah ini saya tidak mengomentari apa putusannya, maksud saya, begitu pentingnya kedudukan mahkamah konstitusi,” kata dia.

Tapi, dia lalu menyinggung lagi soal dua gugatan soal capres-cawapres itu.
“Makanya sekarang masih maju-mundur, maju-mundur ini pencapresan,” ucap dia.

Gugatan Usia Maksimal 70 Tahun
Aliansi ‘98 pengacara pengawal demokrasi dan HAM. Mereka meminta agar batasan capres cawapres yang sebelumnya tidak diatur menjadi ditetapkan maksimal berusia 70 tahun.

Mereka membandingkan aturan ini dengan pembatasan usia para pejabat pemerintahan lainnya, seperti Hakim Mahkamah Konstitusi, Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda Mahkamah Agung, dan Hakim Agung yang diatur maksimal berusia tahun.

“Jangan sampai capres dan cawapres memiliki rekam jejak pelanggaran HAM berat, terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya,” tulis pernyataan pers Aliansi ’98 pada Minggu (20/8).(Sumber)