News  

Lubang Buaya, Jejak Kelam Penuh Darah PKI Bantai GP Ansor di Banyuwangi

Setiap 30 September luka terhadap rasa kemanusiaan kembali muncul. Masih terpatri jelas dalam benak, bagaimana kejamnya Partai Komunis Indonesia (PKI) membantai warga yang tergabung dalam Gerakan Pemuda (GP) Ansor Banyuwangi.

Lubang buaya yang terletak di Dusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring, Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi sisa dan bukti sejarah ganasnya PKI, yang dijadikan sebagai monumen Pancasila Jaya.

Tertulis jelas dalam sebuah monumen Pancasila Jaya “pada tgl 18-10-1965 terjadi pembunuhan massal terhadap 62 orang pemuda pancasila oleh kebiadaban G 30 S/PKI”.

“Di situ tempat bersemayamnya 62 pejuang dari Ansor yang meninggal karena dibunuh oleh orang-orang PKI,” ucap juru kunci lubang buaya Monumen Pancasila Jaya, Supingi, Sabtu (30/9/2023).

Memang tidak salah tulisan pudar tersebut terukir di sana, pasalnya di balik kokohnya monumen Pancasila Jaya tempat berdirinya patung Burung Garuda itu, kedapatan 3 lubang dengan ukuran 3 X 3 meter, 3 X 4 meter, dan 3 X 5,5 meter yang menjadi pusara para pejuang yang sudah berjuang melawan PKI.

“Lubang pertama berisi 11 jenazah , lalu lubang kedua juga diisi 11 jenazah dan lubang yang ketiga diisi sisanya yaitu 40 jenazah,” jelas Supingi.

Lubang-Buaya-2.jpgLubang buaya yang sering ramai dikunjungi saat peringatan 30 September PKI yang beralamat di Dusun Cemetuk, Desa dan Kecamatan Cluring, Banyuwangi. (FOTO : Anggara Cahya /TIMES Indonesia)

Bukan tanpa alasan adanya jejak sejarah PKI di Dusun Cemetuk. Diceritakan dalam sebuah buku yang berjudul “Selayang Pandang Perang Kemerdekaan di Bumi Blambangan” karya Sri Adi Oetomo, dalam bukunya dikisahkan pada tahun 1947 PKI sudah mengakar di Banyuwangi khususnya di beberapa daerah bagian selatan.

Sesuai catatan pembunuhan masal terhadap 62 pemuda Ansor itu terjadi pada 18 Oktober 1965 silam. Tragedi berdarah ini bermula pada 11 Oktober 1965, PKI dan anggota organisasi underbow PKI cukup mendominasi di Dusun Cemetuk sebagai tempat pelarian, karena isu penumpasan PKI saat itu.

Petaka pertama terjadi pada 12 Oktober 1965, Pemuda Rakyat dari PKI melakukan penyekapan terhadap 28 orang PNI dan Pemuda Demokrat yang sedang melakukan rapat.

Dan puncak tragedi terjadi pada 18 Oktober 1965. Kala itu rombongan Pemuda Ansor dari Kecamatan Muncar hendak bepergian ke Kecamatan Kalibaru dengan membawa 3 Truk. Namun saat rombongan berada di Karangasem atau yang saat ini berubah nama menjadi Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran mereka dihadang oleh orang-orang PKI.

Saat itu rombongan dipimpin oleh warga Nahdlatul Ulama, termasuk Ansor, yaitu Salamin, Riffaki tersebut dibawa dan dikumpulkan di Cemetuk untuk dihabisi, yang kemudian mayat-mayat tersebut dibuang kedalam sumur yang disebut Lubang Buaya.

Pada 21 Oktober 1965 penumpasan sisa-sisa gerombolan PKI yang ada di dusun Cemetuk yang dikomandoi oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Sementara itu, Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Ansor Cluring, Aris Riyanto dalam momen bersejarah 30 September ini, turut ikut merasakan suasana belasungkawa atas rekan-rekan terdahulunya yang telah terbantai oleh PKI di Banyuwangi.

Oleh sebab itu, Aris, sapaan akrabnya, mengatakan, jika tragedi pembantaian warga Ansor di Cemetuk itu, bisa menjadi sebuah bahan pelajaran dalam menegakkan persatuan Negara Kesaruan Republik Indonesia (NKRI). Terlebih sejarah terjadinya G 30 SPKI ini bisa menjadi tonggak perjuangan bangsa.

“Jika mendengar kisahnya saya merinding dan sedih. Untuk itu saya dan kami generasi baru warga Ansor ingin meneruskan tekad para pendahulu dalam mengakkan NKRI,” pungkas Aris, 35 tahun, warga Desa Sembulung. (Sumber)