News  

Dialog Bersama Kiai Kampung, Anies Janji Keadilan Jadi Acuan Pembuatan Kebijakan

Bakal capres dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, menghadiri Mujadalah Kiai Kampung yang diinisiasi Habib Najib Atamimi di Kastil Atamimi Palace, Villa Puncak Tidar, Malang, Sabtu (18/11). Dalam acara itu, Anies memastikan ia akan menggunakan aspek keadilan dan kesetaraan sebagai dasar pembuatan kebijakan.

Di pidatonya itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut para kiai dan nyai dari berbagai kampung di Indonesia menginginkan adanya keadilan di berbagai aspek. Terutama pada aspek pendidikan.

“Mereka semua menginginkan adanya keadilan dan kesetaraan, baik terkait dengan pendidikan, fasilitas-fasilitas. Intinya jangan ada perbedaan antara pendidikan keagamaan dengan pendidikan umum dan itu salah satu agenda utama yang memang kita akan bawa,” papar Anies.

Untuk itu, Anies menilai, kata kunci dari berbagai tantangan ke depan adalah keadilan. Sehingga keadilan ini harus menjadi acuan dalam pengambilan dan pembuatan berbagai kebijakan.

“Kata kunci penyusunan kebijakan ke depan adalah kata keadilan, setiap kebijakan disusun harus menjawab pertanyaan apakah sudah memenuhi keadilan. Kalau tidak maka kebijakan itu akan menghasilkan berbagai ketimpangan karena kata keadilan tak dijadikan pegangan dalam penyusunan kebijakan,” tegasnya.

Dalam Mujadalah Kiai Kampung ini juga dihasilkan kesepakatan bersama. Di antaranya adalah soal keberpihakan serta menjamin dan bertanggung jawab atas terwujudnya sistem pendidikan dan kesejahteraan guru yang manusiawi.

“Masih banyak lembaga pendidikan, terutama pesantren di desa-desa yang kondisinya sangat memprihatinkan. Untuk itu, kami menuntut agar setidaknya 20% Dana Desa yang diperoleh dari pemerintah pusat harus dipergunakan untuk kesetaraan pendidikan tersebut,” ungkap pencetus Mujadalah, Amin Ahmad Balbaid.

Dalam kesepakatan itu, juga tercantum soal jaminan untuk pelayanan kesehatan yang setara di seluruh Indonesia, terutama di pedesaan. Salah satunya dengan membentuk Bank Kesehatan Desa yang bakal membantu mengurus administrasi sehingga seluruh warga desa bisa mendapat pelayanan langsung tanpa harus menghadapi birokrasi yang berbelit.

Poin terakhir adalah soal jaminan ketersediaan pupuk yang sesuai dengan kebutuhan petani sepanjang tahun dengan angka-angka subsidi dan pola distribusi yang transparan.

“Untuk itu, diperlukan terbentuknya Bank Pertanian Desa yang menjamin ketersediaan dana pinjaman bagi pembelian pupuk dan kebutuhan pertanian lainnya, tanpa sistem birokrasi perbankan yang menyulitkan petani,” ungkap Amin Ahmad.

Untuk mewujudkan ketiga butir resolusi tersebut, Mujadalah akan menuntut peran kepemimpinan nasional periode 2024-2029 agar mengeksekusi poin-poin tersebut dalam seratus hari pertama masa kepemimpinan. Selain itu mereka juga meminta agar dibuka jalur komunikasi dan akses yang konsisten kepada forum Mujadalah Kiai Kampung seluruh Indonesia.(Sumber)