Mukarromah (25), warga Desa Panpajung, Modung, Bangkalan, Madura, mengaku kepala bayinya tertinggal di dalam rahimnya saat proses melahirkan.
Mukarromah menyampaikan hal itu dalam sebuah video dan viral. Awalnya ia bercerita mau melahirkan dalam kondisi bayi sungsang.
“Saya ke bidan kampung. Terus dari bidan kampung saya suruh rujukan ke puskesmas. Terus saya berangkat langsung ke puskesmas,” ujar Mukarromah dalam video tersebut.
Mukarromah menuju ke Puskesmas Kedungdung, Bangkalan. Sesampainya di puskesmas tersebut, ia berencana meminta dirujuk ke rumah sakit di Bangkalan. Alasannya karena ingin melahirkan operasi.
Akan tetapi, katanya, pihak puskesmas tetap menangani persalinan Mukarromah di puskesmas tersebut.
Waktu awal ditangani, kata Mukarromah, bayinya masih dalam kondisi hidup dan bergerak.
“Terus dia (petugas puskesmas) telepon bidan namanya Bu Mega, terus Bu Mega akhirnya datang, terus pembukaan katanya 4,” ucapnya.
Mukarromah disuruh oleh bidan untuk mendorong bayinya untuk keluar dari rahimnya. Namun, saat bayi itu keluar, kepalanya masih tersangkut di dalam rahimnya.
“Terus disuruh ngejen lagi terus saya enggak kuat akhirnya patah. Apanya yang patah? Badannya, kepalanya di dalam. Sempat ditarik sama bidannya, ditarik. Saya enggak tahu soal dipotong atau enggak saya enggak tahu, tapi itu ditarik,” terangnya.
Dia lalu meminta pihak puskesmas merujuk ke rumah sakit Bangkalan untuk mengeluarkan kepala bayinya yang tersangkut di dalam rahimnya.
Dinkes Bangkalan: Miskomunikasi
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Bangkalan, Nur Chotibah buka suara soal peristiwa tersebut.
Nur mengatakan pihaknya telah melakukan audit maternal yang melibatkan tiga dokter spesialis, Kepala Puskesmas Kedungdung beserta bidan, serta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bangkalan.
Nur mengungkapkan, Mukarromah memang pasien dari Puskesmas Kedungdung pada Selasa (5/3) pekan lalu.
Ia menyampaikan, sebenarnya bayi dalam kandungan Mukarromah itu telah meninggal dunia. Namun, terdapat miskomunikasi antara pihak Puskesmas Kedungdung dengan pihak keluarga.
“Pihak puskesmas sudah mengetahui kalau bayi tersebut sudah meninggal. Namun disampaikan kepada pihak keluarga bukan dengan bahasa meninggal, melainkan dengan bahasa detak jantungnya sudah tidak ada,” ujar Nur dalam jumpa pers di Kantor Kominfo Kabupaten Bangkalan, Selasa (12/3).
Nur menjelaskan, proses persalinan Mukarromah itu tergolong cepat. Dari pembukaan 4 langsung ke pembukaan 6 dan pembukaan lengkap. Sehingga, pihak puskesmas harus segera membantu proses persalinannya di Puskesmas Kedungdung.
“Badan sudah dilahirkan, letak sungsang kelihatan bokong, akhirnya dibimbing oleh tim penolong yang ada di Puskesmas Kedungdung. Seperti yang disampaikan tadi, kematian telah terjadi 7-10 hari. Sehingga terjadilah maserasi, melepuh, dan menjadi penyebab tertinggalnya kepala dalam rahim,” jelasnya.
Rapuh
Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (obgyn) atau kandungan RSIA Glamour Husada Kebun, Bangkalan, dr Surya Haksara, menerangkan, pihaknya menerima penanganan Mukarromah dengan kehamilan tinggal kepala saja ketika itu.
Surya menegaskan bahwa bayi itu sudah meninggal dalam kandungan atau Intrauterine Fetal Death (IUFD).
“Saya melihat kepala bayi itu memang sudah maserasi, tanda bayi meninggal dalam kandungan sudah minimal lebih dari 2×24 jam. Jadi sangat rapuh sekali, kita pegang sedikit saja, semisal kita pegang dari bahu ke lengan, kalau sudah rapuh ya lepas,” ucap Surya.
Surya menerangkan, dari hasil kesimpulan audit maternal, bayi itu telah meninggal dengan autopsi maserasi tingkat III. Bayi tersebut meninggal dunia sekitar 7-8 hari sebelumnya dengan kulit leher bagian belakang sudah terkelupas.
“Apa pun kalau sudah meninggal di dalam, semuanya akan rapuh. Karena proses pembusukan dari jenazah itu berjalan terus sehingga rapuh, ringkih. Posisi bayi letak sungsang,” terangnya.
(Sumber)