News  

Presiden Hasil Pemilu Curang

Fenomena triple H (halal, haram, hantam). Yang penting menang. Soal halal haram, hantam dulu. “Yang lain juga begitu,” ucapnya terus terang. Curang dan khianat menjadi cara untuk menang pemilu. “Halal haram itu urusan akhirat bro”, bisik setan berwujud manusia.

Tak hanya Pilpres. Pileg pun demikian. Butuh suara. Sawer rupiah dan sembako. Nilainya ratusan triliun. Dari APBN diklaim bantuan pribadi. Bukan hanya nyawer pemilih. Penyelenggara pemilu pun disawer. Ada yang menyebut Rp 2 miliar tarif untuk DPRD kota/kabupaten. DPR RI lebih mahal lagi, kisaran Rp 4-5 miliar. Pilpres kabarnya ratusan miliar.

Penyelenggara pemilu mendadak jadi orang kaya baru (OKB). Dari pusat hingga panitia pemilihan kecamatan (PPK). Menurut penuturan orang yang pernah menjadi bagian dari kecurangan, pusat kecurangan ada di kecamatan. Konspirasi menang curang, C Hasil bisa dibuat seperti asli tapi palsu.

Hitung suara diatur dan dikendalikan oleh sistem rekapitulasi suara (sirekap). Skor suara dikunci 24-58-17 persen. Begitulah pengakuan seseorang yang biasa berhubungan dengan komisioner penyelenggara pemilu.

Belum lagi pelibatan aparatur sipil negara (ASN), Polri, dan TNI yang katanya netral. Menteri hingga kepala desa dan aparat desa. Perilaku curang dan khianat telah sangat akut dalam perilaku masyarakat kita dewasa ini.

Yang nyawer dan yang disawer sami mawon. Satu tipe. Pemimpin kalian adalah buah dari amalan kalian dan kalian akan dipimpin oleh orang yang seperti kalian. [Kasyfu al-Khafa 1/148].

Masyarakat kita amat pragmatis. Bagi sebagian orang yang lemah jiwanya dan harga dirinya diobral, perbuatan curang dengan sogok menyogok telah menjadi kebiasaan yang seolah bukan lagi dianggap perbuatan dosa.

Sering kita melihat hampir dalam semua bentuk interaksi khususnya saat pemilu yang dilakukan oleh timses capres-cawapres dan calon anggota legislatif, selalu saja dibumbui dengan jual beli suara. Padahal, jangankan agama, seluruh manusia yang lurus fitrahnya pun, mengatakan bahwa perbuatan itu jelas buruk dan tidak terpuji.

Jabatan presiden, menteri, anggota DPR, gubernur, walikota, bupati, camat hingga jabatan terendah sampai aparat desa sering kali disalahgunakan untuk transaksi politik dengan bagi-bagi sembako dan uang. Kekuasaan ‘memelihara’ kemiskinan dan kebodohan untuk mempertahankan kekuasaan.

Kecurangan dan sikap mensia-siakan amanah pada sebagian para pejabat sudah menjadi rahasia umum. Banyak pejabat terjerat kasus hukum yang melilit mereka, sudah menjadi santapan informasi yang sehari-hari kita terima. Mahalnya ongkos politik menyebabkan mereka korupsi dan menipu rakyat.

Padahal perbuatan yang demikian mendapat ancaman keras dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

ما من عبد يسترعيه الله رعية يموت يوم يموت وهو غاش لرعيته إلا حرم الله عليه الجنة

Tidaklah seorang hamba yang Allah berikan kepemimpinan atas orang lain, lalu ia mati dalam keadaan berbuat curang terhadap orang-orang yang dipimpinnya, melainkan Allah akan mengharamkan atasnya surga.” [HR Muslim]

Hadits di atas amat jelas. Meraih jabatan presiden dan anggota DPR melalui cara curang akan mengantarkan seorang presiden dan anggota DPR yang terpilih melalui proses pemilu curang akan berbuat curang dan menipu rakyatnya. Surgapun Allah haramkan untuk mereka yang berbuat curang, bohong dan menipu.

Seperti calon wakil presiden yang telah diputuskan oleh pamannya sebagai pelanggaran etika berat karena melanggar Undang-undang tentang batas usia paling rendah untuk calon presiden dan calon wakil presiden.

Jangan heran bila ada presiden yang digelari rakyatnya dengan ‘King of Lip Service’. Mungkin pula nanti akan ada wakil presiden tak beretika karena saat pencalonan melanggar etika berat. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Banyak motif menang curang. Misalnya karena bagian dari hegemoni politik global, asing dan aseng. Selain ambisi mengumpulkan pundi-pundi harta hingga menumbuhsuburkan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme.

Akhir-akhir ini rezim yang lahir dari menang curang sedang membangun dinasti politik untuk melanggengkan kekuasaan yang korup dan nepotisme.

Ia gandeng rivalnya. Lalu mereka bersepakat berteman. Berteman dengan orang yang berpengalaman menang curang dan si raja ngibul. Akan ikut-ikutan curang dan ngibul.

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah, no. 927)

Jakarta, 3 Ramadhan 1445/14 Maret 2024
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis