Tekno  

Mungkinkah Menjaga Jarak Pada Teknologi Komunikasi Digital?

Peningkatan penggunaan teknologi komunikasi digital telah membawa perubahan signifikan dalam cara kita berkomunikasi. Dengan munculnya berbagai platform digital, kita memiliki kemampuan untuk terhubung dengan orang di seluruh dunia secara real-time, berbagi konten multimedia, dan menggunakan fitur-fitur canggih untuk berkomunikasi. Kemajuan ini telah membuat komunikasi lebih nyaman dan efisien dalam banyak hal.

Internet dan teknologi komunikasi digital telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Survei APJII (2023) mencatat tingkat penetrasi Internet di Indonesia sebesar 79,5 persen. Sedangkan menurut Internet World Stat (2022) penetrasi Internet di Indonesia sebesar 76,2 persen. Sedikit berbeda dari dua sumber ini, We Are Social (Januari 2024) mencatat prosentase pengguna Internet di Indonesia sebesar 185,3 juta jiwa atau 66,5 persen dari jumlah penduduk.

We Are Social juga mencatat 98,9 persen pengguna di Indonesia mengakses Internet menggunakan mobile phone dan 77,3 mengakses internet lewat mobile data. Rata-rata pengguna menghabisakan 7 jam 38 menit per hari untuk mengakes Internet. Khusus untuk akses Internet berbasis mobile phone rata-rata menghabiskan waktu sebesar 4 jam 45 menit. Sementara rata-rata durasi pengguna mengakses media sosial sebanyak 3 jam 11 menit.

Dengan tingkat penetrasi yang terus meningkat, khususnya melalui mobile phone, dan intensitas penggunaan internet yang tinggi, Indonesia dapat dianggap sebagai salah satu pemain utama dalam arena digital global.

Pertanyaannya, apakah peningkatan kedalaman penggunaan Internet dan teknologi komunikasi digital menghasilkan peningkatan dalam kualitas komunikasi kita?

Sebelum menjawab hal ini, kita harus memahami apa itu kualitas komunikasi. Emers-Sommer (2004) mengartikan kualitas komunikasi sebagai kemampuan untuk menyampaikan informasi dan ide secara efektif, minimalkan kebingungan, dan hindari kesalahpahaman.

Kualitas komunikasi yang merupakan aspek krusial dalam keberhasilan interaksi antarindividu dan kelompok, memainkan peran penting dalam mentransmisikan informasi dan ide dengan efektivitas dan efisiensi yang optimal (Harahap et al., 2020).

Fokus pada kualitas komunikasi menjadi esensial dalam konteks keberhasilan interaksi interpersonal, kerjasama tim, dan efektivitas organisasi secara menyeluruh.

Kualitas komunikasi bisa diukur menggunakan tujuh indikator berdasarkan Iowa Communication Record (ICR) oleh Duck et al. (1991) meliputi: kedalaman komunikasi, kelancaran komunikasi, fungsi sosial, fungsi tugas, pembicaraan relasional, kepuasan interaksi, dan kehadiran lewat suatu aktivitas.

Berbagai aspek kualitas komunikasi, memperlihatkan bahwa interaksi yang mendalam, santai, dan bebas konflik memiliki peran penting dalam menentukan kualitas keseluruhan dari suatu komunikasi (Emmers-Sommer, 2004).

 

Kualitas Komunikasi

Teknologi komunikasi digital menawarkan potensi atau peluang untuk meningkatkan kualitas komunikasi. Penggunaan elemen multimedia, seperti video, gambar, dan presentasi interaktif, individu dapat meningkatkan kejelasan dan efektivitas pesan, sekaligus memungkinkan ekspresi yang lebih kaya dan pemahaman yang lebih baik melalui berbagai saluran komunikasi.

Teknologi komunikasi digital, seperti ponsel pintar dan internet, bisa meningkatkan aksesibilitas dan kecepatan komunikasi dan memungkinkan orang untuk berkomunikasi secara instan tanpa terbatas oleh jarak geografis dan meningkatkan konektivitas global.

Selain itu, platform digital menyediakan kemampuan untuk mengarsipkan dan mengambil kembali komunikasi, yang dapat bermanfaat untuk menjaga akurasi dan kelengkapan dari waktu ke waktu.

Media sosial dan platform digital memungkinkan kita untuk tetap terhubung dengan orang-orang di seluruh dunia, memperluas jaringan sosial, dan memberikan akses ke berbagai pandangan dan informasi.

Pemahaman dan implementasi etika digital dapat meningkatkan kualitas komunikasi dengan memastikan penggunaan teknologi yang bertanggung jawab dan menghormati privasi individu.

Meskipun demikian, teknologi komunikasi digital juga menyimpan potensi hambatan dan tantangan. Salah satu masalah utama adalah potensi hilangnya isyarat non-verbal dan elemen kontekstual dalam komunikasi digital (Walther, 1992).

Berbeda dengan interaksi tatap muka, komunikasi digital seringkali kekurangan kekayaan kehadiran fisik, nada suara, dan bahasa tubuh, yang penting untuk menyampaikan pesan secara lengkap dengan kejelasan dan akurasi. Sejumlah perselisihan atau konflik dalam interaksi digital, misalnya fenomena left group, biasanya terjadi karena faktor ini.

Selain itu, sifat cepatnya komunikasi digital kadang-kadang dapat mempengaruhi kelengkapan dan relevansi pesan yang disampaikan.

Dalam beberapa kasus, komunikasi digital yang menawarkan informasi yang begitu banyak dapat menyebabkan overload informasi, membuat sulit untuk membedakan pesan-pesan yang paling penting dan tepat waktu, serta fenomena attention span yang makin terbatas.

Kecepatan yang tinggi dan instan dari komunikasi digital juga dapat menyebabkan kesulitan dalam pengelolaan waktu dan kesibukan yang berlebihan, mengakibatkan kualitas komunikasi yang dangkal atau kurang mendalam.

Diversifikasi ini juga dapat membingungkan atau menyulitkan interpretasi pesan, terutama jika tidak ada konteks verbal atau non-verbal yang mendukung.

Ketergantungan pada media sosial dapat mengurangi kualitas interaksi sosial secara langsung, menyebabkan isolasi sosial, atau menciptakan hubungan yang kurang mendalam.

Jadi, teknologi komunikasi digital punya dampak pada kualitas komunikasi kita, baik positif maupun negatif. Ini menjadi tantangan bagi kita untuk meningkatkan kualitas komunikasi, dan pada akhirnya, bergantung pada bagaimana individu dan organisasi menavigasi dan memanfaatkan potensi teknologi komunikasi digital.

Jaga Jarak dengan Bijak, Mungkinkah?

Intensitas penggunaan teknologi komunikasi digital yang tinggi, menjadikan keseharian kita terbenam dan dikendalikan oleh teknologi komunikasi digital, khususnya gawai dalam genggaman.

Pertanyaannya, apakah kita mampu melakukan penjarakan kritis dari teknologi komunikasi digital, atau justru dibentuk oleh teknologi itu sendiri?

Satu hal penting yang harus dicatat bahwa saat kita masuk makin mendalam ke dalam dunia media sosial, pesan instan, dan konektivitas Internet yang terus menerus, maka perilaku, pemikiran, dan bahkan identitas diri kita dipengaruhi oleh teknologi yang kita gunakan.

Sejumlah riset menunjukkan bahwa teknologi memainkan peran signifikan dalam membentuk perilaku dan persepsi kita terhadap realitas. Notifikasi di medsos yang tak pernah berhenti, daya tarik fitur Like dan Comment, dan tekanan untuk menyajikan versi diri yang ideal di dunia maya menciptakan lingkungan di mana sulit untuk menjaga jarak terhadap teknologi komunikasi di sekitar kita.

Ketika kita terjerat dalam siklus konektivitas yang berkepanjangan, membuat sulit untuk mundur dan mengevaluasi secara kritis dampak teknologi ini pada kehidupan kita.

Meskipun ada peluang untuk menjaga jarak dari teknologi komunikasi digital, namun implementasinya tak mudah. Apalagi, desain platform komunikasi digital, dengan algoritmanya yang menyusun news feed kita dan menargetkan kita dengan konten yang dipersonalisasi, membentuk pengalaman dan persepsi kita.

Kita disajikan dengan informasi yang sejalan dengan keyakinan dan preferensi kita, yang potensial membatasi paparan kita terhadap pandangan yang beragam dan menciptakan echo chamber yang memperkuat bias yang sudah ada.

Kuncinya Literasi Digital

Karena itu, penting untuk bagaimana mengembangkan kemampuan untuk menjaga jarak kritis dari teknologi komunikasi digital. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan batasan pada penggunaan kita, menyadari algoritma yang berlaku, dan dengan sengaja mencari perspektif yang beragam.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita dapat memberdayakan diri untuk menjadi lebih dari sekadar produk dari teknologi yang kita gunakan, serta aktif terlibat dengannya dengan cara yang mendukung pemikiran kritis dan refleksi diri.

Untuk menciptakan jarak kritis dari teknologi komunikasi digital, penting untuk mengembangkan literasi digital. Literasi digital merujuk pada kemampuan untuk terlibat secara kritis dengan dan menggunakan teknologi digital, termasuk keterampilan untuk menemukan, mengevaluasi, menciptakan, dan mengkomunikasikan informasi secara efektif dalam berbagai bentuk digital (Bawden, 2001; Alkali & Amichai-Hamburger, 2004).

Dengan meningkatkan literasi digital, individu dapat lebih memahami pengaruh teknologi komunikasi digital pada perilaku dan persepsi mereka, serta membuat keputusan yang terinformasi tentang penggunaannya (Tewel, 2005).

Salah satu aspek literasi digital melibatkan pemahaman terhadap algoritma dan mekanisme di balik platform digital. Penting untuk menyadari bagaimana algoritma ini menyusun konten dan mempersonalisasi pengalaman online kita.

Dengan memperhatikan cara informasi disajikan kepada kita, kita dapat dengan aktif mencari perspektif yang beragam dan melawan potensi terbentuknya tembok tembus.

Literasi digital mencakup kemampuan untuk secara kritis mengevaluasi kredibilitas dan keandalan informasi online. Dengan meluasnya informasi di internet, penting untuk mengembangkan keterampilan untuk membedakan sumber yang dapat dipercaya dari disinformasi. Dengan mengasah keterampilan ini, individu dapat mengurangi dampak informasi yang bias atau palsu pada persepsi dan keyakinan mereka.

Kemampuan lain terkait literasi digital adalah navigasi privasi dan keamanan digital. Dengan memahami dinamika pengumpulan data, kebijakan privasi online, dan potensi ancaman keamanan mampu menjadikan individu untuk membuat pilihan tentang interaksi digital dan melindungi informasi pribadi.

Pengembangkan literasi digital melibatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang implikasi sosial-budaya dari teknologi digital. Dengan secara kritis meneliti dampak sosial teknologi komunikasi digital, individu dapat mengurangi pengaruh platform digital pada persepsi diri dan keterhubungan sosial mereka (Lankshear & Knobel, 2006).

Dengan mengintegrasikan aspek-aspek literasi digital ini, kita dapat secara proaktif menjauhkan diri dari pengaruh membentuk teknologi dan menjadi peserta aktif dan sadar dalam dunia digital.

Melalui literasi digital, kita dapat menavigasi lanskap digital dengan lensa kritis, memberdayakan diri untuk membuat pilihan rasional dan terlibat dalam refleksi diri, sehingga mampu mengendalikan dampak teknologi komunikasi digital.

Yohanes Widodo, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta