News  

Kesaksian Ustadz Adi Hidayat Saat Berziarah Ke Makam Mbah Moen di Ma’la Mekkah

Sekaligus menjadi pengurus Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang di Rembang dan hingga wafatnya menjabat sebagai Ketua Dewan Syariah Partai Persatuan Pembangunan.

Mbah Moen yang berkecimpung di dunia politik ini juga pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Rembang selama tujuh tahun dan anggota MPR RI selama tiga tahun mewakili Jawa Tengah.

Setelah berakhir masa tugas di pemerintahan, KH. Maimoen Zubair lebih fokus untuk mengurus pondok pesantrennya.

KH. Maimoen Zubair merupakan anak pertama dari Kiai Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah.

Dari garis keturunan kakeknya, garis keturunan Mbah Moen berlanjut hingga anggota Walisongo yaitu Sunan Giri.

Sementara dari jalur silsilah nenek, nasabnya sampai kepada Mbah Lanah, seorang bangsawan Madura yang bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro.

KH. Maimoen Zubair sejak kecil hidup dalam tradisi pesantren yang diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri, maka tak heran, sosoknya menjadi pribadi yang santun dan matang.

Mbah Moen lahir pada tanggal 28 Oktober 1928 dan wafat pada hari Selasa, 6 Agustus 2019 saat menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekah.

Mbah Moen tutup usia pada umur 90 tahun dan dimakamkan di area pemakaman Ma’la di Mekah.

Meski sudah wafat, karomah-karomah Mbah Moen tetap hidup di ingatan masyarakat Indonesia.

Salah satu karomah ulama kharismatik tersebut, diungkap Ustadz Adi Hidayat atau kerap disapa dengan akronim UAH.

UAH mengaku mengalami sendiri karomah itu ketika mengunjungi makamnya di Ma’la, salah satu kompleks pemakaman tertua di Mekah.

“Saya bersaksi, Anda boleh catat kalimat ini. Saya kemarin waktu ke Mekah, Alhamdulillah, Allah tunjukkan beberapa. Saya di antaranya berziarah ke makam Kyai Haji Maimoen Zubair, Mbah Moen,” kata Ustadz Adi Hidayat, dikutip dari tayangan YouTube Quotes Islami.

Ustadz Adi Hidayat menceritakan perjalanannya ketika berziarah ke makam Mbah Moen.

Ketika tiba di Ma’la, Ustadz Adi Hidayat melafalkan doa di makam Mbah Moen dan terjadi suatu hal yang tak terduga.

Usai berdoa, Ustadz Adi Hidayat mengaku mencium aroma harum atau wangi semerbak dari pemakaman tersebut

“Saya begitu melewati pemakaman-pemakaman lalu di makamnya Mbah Moen itu, kemudian kita di situ berdoa kebaikan. Adab kita kalau sama ulama kan nggak mungkin minta ampunan, adabnya kan tambahkan kemuliaan, tambahkan cahaya, dan setelah selesai, itu bau harum, wangi,” ujar Ustadz Adi Hidayat.

Untuk memastikan, Ustadz Adi Hidayat juga bertanya apakah teman-temannya memakai parfum, namun tidak ada yang memakai.

UAH meyakini bahwa aroma wangi tersebut berasal dari makam Mbah Moen.

“Sempet saya tanya ke temen-temen, Antum pakai parfum apa, nggak ada. Wangi makamnya,” katanya.

Ustadz Adi Hidayat mengatakan bahwa dirinya berkunjung pada saat jam-jam yang dilarang berkunjung ke makam tersebut, yakni ba’da zuhur.

Sedangkan, waktu kunjungan, biasanya hanya boleh di waktu ba’da Subuh dan ba’da Ashar.

Dengan begitu, kecil kemungkinan ada orang yang menyemprotkan minyak wangi.

Selain itu, minyak wangi apabila kena panas juga akan hilang aromanya.

Hal itu semakin meyakinkan Ustadz Adi Hidayat tentang karomah Mbah Moen.

Selain itu, Ustadz Adi Hidayat juga menceritakan bahwa awalnya sempat ditolak untuk berziarah karena bukan waktu kunjungan.

Namun, seakan Allah SWT memberi jalan, Ustadz Adi Hidayat dan rekan-rekannya dimudahkan untuk masuk.

“Jadi waktu datang ke situ, ditolak, karena bukan waktu kunjungan. Terus saya sampaikan, ini ada saudara kami, ayahnya meninggal di sini dan dimakamkan di sini. Saya ingin berziarah. Kita pakai jubah, pakai sorban putih, biasanya kalau di sana imam, singkatnya diperkenankan masuk. Cuma saya berempat itu,” ujar Ustadz Adi Hidayat.

Cerita-cerita tersebut merupakan bukti nyata yang ditampakkan oleh Allah SWT, agar manusia sadar akan kuasa-Nya dan berada di jalan yang benar.(Sumber)