News  

Amicus Curiae: Berbondong-bondong Menjadi Sahabat Pengadilan Konstitusi

Ada fenomena menarik di sengketa hasil Pilpres 2024. Fenomena ini tidak terjadi pada sengketa hasil Pilpres sebelumnya. Masyarakat berbondong-bondong menjadi Sahabat Pengadilan. Lebih dikenal dengan Amicus Curiae.

Jadi menarik setelah Presiden Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri turut serta menjadi Sahabat Pengadilan Konstitusi dalam sengketa hasil Pilpres 2024.

Tambah menarik lagi, Rabu 17 April 2024, Imam Besar Habib Rizieq Shihab bersama 4 (empat) tokoh ummat Islam seperti Prof. Dr. Din Syamsudin, KH. Ahmad Shabri Lubis, Yusuf Muhammad Martak, dan Munarman ikut menjadi Sahabat Pengadilan Konstitusi.

Mengutip dari detik.com (17 April 2024), Amicus curiae atau “sahabat pengadilan” merupakan suatu konsep hukum yang melibatkan pihak ketiga dalam memberikan masukan pada perkara tertentu.

Tujuan amicus curiae atau sahabat pengadilan adalah untuk memberikan keterangan, membantu pemeriksaan dan sebagai bentuk partisipasi. Keterangan yang diberikan dapat berupa paparan fakta, pendapat hukum ataupun penjelasan secara ilmiah.

Masih mengutip detik.com, dalam peradilan di Indonesia, amicus curiae memiliki fungsi tersendiri. Sahabat pengadilan ini biasanya dipakai dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang bertujuan untuk mempertimbangkan hasil keputusan.

Selain HAM, amicus curiae kerap digunakan pada kasus banding dan isu kepentingan umum seperti masalah sosial atau kebebasan sipil yang sedang diperdebatkan. Sehingga keputusan hakim akan memiliki dampak yang luas terhadap hak masyarakat.

Imam Besar Habib Rizieq Shihab dan kawan-kawan menyampaikan 4 (empat) pendapat dan masukan serta himbauan kepada Majelis Hakim Konstitusi:

Pertama, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tinggi negara yang dihasilkan dari rahim reformasi, adalah dimaksudkan sebagai Guardian of Contitution (Pasukan Penjaga Konstitusi) yang tugas pokok dan fungsinya adalah untuk mencegah terulangnya praktek-praktek maupun perilaku dari penyelenggara yang melakukan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan).

Kedua, Bahwa adalah kewajiban hakim untuk “menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”, sebagaimana telah ditetapkan melalui Pasal 5 ayat (1) UU No 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Ketiga, kami menilai setelah dua rezim terdahulu, yaitu rezim Orde Lama dan Orde Baru yang telah menyelewengkan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang bermula dari adanya conflict of interest dalam penyelenggaraan negara, telah terlihat tanda-tanda dari penyalahgunaan kekuasaan dikarenakan adanya konflik kepentingan dari pucuk pemerintahan yaitu Presiden RI.

Keempat, kita semua telah mengalami, betapa buruknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersendikan otoritarianisme, diktatorisme, opresif, refresif, korupsi, kolusi dan nepotisme serta dinasti politik yang mengakibatkan penyakit kebodohan sttuktural dan kemiskinan struktural yang sangat bertentangan dengan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana tertuang dalam alinea keempat penbukaan UUD 1945.

Meski amicus curiae belum diatur dalam peraturan perundang-undangan setidaknya sahabat pengadilan bisa memberikan kekuatan moral dan keyakinan Majelis Hakim Konstitusi dalam menilai isi serta relevansi dari keterangan yang disampaikan para sahabat pengadilan dalam memutuskan sengketa hasil Pilpres 2024 seperti Megawati Soekarnoputri, Imam Besar Habib Rizieq Shihab dan para akademisi yang telah terlebih dahulu menjadi amicus curiae atau sahabat pengadilan.

Akankah sahabat pengadilan memberikan pengaruh bagi Majelis Hakim Konstitusi dalam memutuskan sengketa hasil Pilpres 2024? Kita tunggu saja.

Wallahua’lam bish-shawab
Bandung, 9 Syawal 1445/18 April 2024
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis