JK Tolak Founder Gojek Jadi Menteri Jokowi, Ini Alasannya

Terungkap alasan Wakil Presiden Jusuf Kalla tak setuju jika founder dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim masuk dalam susunan kabinet Jokowi jilid 2 mendatang.

Meskipun Jusuf Kalla menilai, sosok Nadiem Makarim tengah sukses membangun bisnis Startup.

“Dia sudah terbukti di bidangnya (membangun bisnis layanan transportasi),” ucapnya, di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2019).

“Orang seperti Nadiem ini yang di Indonesiaa bagus di luar negeri bagus,” sambungnya.

“Jangan anak muda yang sukses di bisnis didorong-dorong jadi birokrat. Jangan,” papar JK.

JK menambahkan, negara saat ini lebih memerlukan banyak anak muda menjadi enterpreneur.

Di mana, ruang lingkup pengusaha lebih besar ketimbang menjadi menteri.

“Menteri ini terbatas bidangnya, yang dibutuhkan bangsa ini banyak entreprenuer.”

“Kalau jadi menteri banyak yang mau, kalau entrepreneur tidak banyak yang mau,” ungkap politikus Partai Golkar ini.

Nadiem Makarim datang mengenakan kemeja berwarna biru dan celana putih, Ia tiba sekitar pukul 11.25 WIB.

Pertemuan tertutup antara JK dan Nadiem Makarim berlangsung sekitar 45 menit.

Dalam kesempatan itu, Nadiem Makarim bercerita seputar perkembangan startup miliknya kepada Jusuf Kalla.

“Kami (Go-Jek) juga menceritakan bahwa sekarang sudah update bahwa Go-Jek bukan saja di Indonesia.”

“Tapi sudah di Thailand, Vietnam, Singapore, maupun juga di Filipina. Meng-update lah, Pak JK mengenai progress Go-Jek,” jelasnya.

Selain itu, ujar Nadiem Makarim, dirinya dan JK saling bertukar pikiran menyoal transportasi di ibu kota.

“Jadi Pak JK sangat memprioritaskan transportasi, terutama di DKI Jakarta.”

“Salah satu yang kita bicarakan adalah bagaimana Go-Jek bisa membantu dengan multi moda transportasi di DKI Jakarta,” beber Nadiem Makarim.

“Jadinya kami bertukar pikiran saja, berbagai macam hal untuk bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas transportasi publik di seluruh DKI Jakarta,” terangnya.

JK dan Nadiem Makarim bertemu siang hari ini di kantor wapres.

Keduanya melakukan pertemuan tertutup membahas perkembangan startup miliknya, serta sarana transportasi di ibu kota.

Presiden Joko Widodo sempat mengisyaratkan bakal memilih menteri dari kalangan milenial dalam kabinet 2019-2024.

Beberapa nama pun bermunculan digadang-gadang layak masuk ke pemerintahan.

Di antaranya, CEO PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Go-Jek Nadiem Makarim, serta Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.

Ada juga Andi Gani Nena Wea yang saat ini menjabat Presiden Komisaris PT PP. Andi juga tercatat menjadi Preskom termuda di BUMN.

Lalu, CEO Bukalapak Achmad Zaky, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie, dan Angela Tanoesoedibjo yang merupakan putri bos MNC Grup Harry Tanoesoedibjo.

Sebelumnya, Presiden Jokowi bersuara soal susunan kabinet hingga komposisi menteri untuk periode 2019-2024.

Dia pun tidak menampik sudah menyusun kabinet yang terdiri dari komposisi kalangan partai dan profesional.

“Sudah, sudah ada (susunan kabinet),” ucap Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (12/7/2019).

Ia lantas ditanya apakah menteri yang ada saat ini banyak yang kembali dipakai atau dipertahankan sebagai pembantunya di kabinet?

Jokowi menjawab banyak. Namun, dia enggan membocorkan siapa saja menteri-menteri yang bakal kembali ikut mengisi Kabinet Kerja jilid II.

“Banyak (menteri yang bertahan),” ucapnya.

Presiden terpilih ini juga tidak mempermasalahkan sejumlah partai‎ pendukungnya yang meminta kursi menteri.

Parpol yang secara terang-terangan meminta jatah menteri adalah PKB, NasDem, hingga PPP.

Sebelumnya, sejumlah partai politik (parpol) terang-terangan menuntut jatah kursi menteri di Kabinet Jokowi-Maruf Amin.

Lantas, bagaimana respons Presiden Jokowi menggapi banyaknya permintaan posisi menteri tersebut?

“Ya tidak apa-apa. Mau minta 10, mau minta 11, mau minta 9 kan enggak papa. Wong minta aja,” ucap Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (12/7/2019).

Sebelumnya, eks Ketua Dewan Pengarah ‎Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin Jusuf Kalla mengatakan, keinginan sejumlah parpol itu merupakan hal wajar.

Ini karena parpol tersebut sudah memberikan dukungan kepada pasangan capres-cawapres pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

Jusuf Kalla menegaskan, partai boleh saja meminta jatah elite di 33 kementerian dan sejumlah lembaga pemerintah non-kementerian.

Tapi jangan lupa, keputusan pengisian posisi menteri di pemerintahan adalah hak prerogatif Presiden Jokowi.

Sebelumnya, Partai politik pendukung pasangan Jokowi-Maruf Amin diperkirakan bakal mengincar Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan, kementerian tersebut sebelumnya hanya diincar beberapa partai politik, salah satunya PKB, yang basis massanya banyak berada di desa-desa.

“Tapi mulai ke sini, yang basah tidak hanya terkait menteri ekonomi, tapi kementerian yang terkait langsung dengan hajat publik, seperti Kementerian Desa,” tutur Ray Rangkuti di Jakarta, Rabu (11/7/2019).

“PDIP mulai ngelirik sekarang, karena selepas 2024, mereka tidak punya figur.”

“Sehingga, Kemendes ini saat membagikan dana desa yang mencapai miliaran, akan diingat masyarakat,” ulasnya.

Khusus untuk PDIP, kata Ray Rangkuti, selain Kemendes, beberapa kementerian yang berhubungan langsung dengan Presiden juga akan diincarnya.

“Misalnya Menteri Sekretaris Negara, Menteri Dalam Negeri, dan lainnya,” ucapnya.

Dalam lima tahun ini, pemerintah sudah menggelontorkan dana desa sebesar Rp 257 triliun.

Sebagian besar dipakai untuk pembangunan infrastruktur, dan lima tahun ke depan akan dinaikkan menjadi Rp 400 triliun.

Tidak hanya untuk infrastruktur, dana tersebut juga digunakan untuk pemberdayaan manusia dan pemberdayaan ekonomi desa.

Sebelumnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tergelitik oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang meminta jatah 10 kursi menteri di pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.

Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, hingga saat ini partainya enggan meminta jatah kursi layaknya yang dilontarkan oleh PKB ataupun partai lainnya.

“Tidak. Kami tidak (meminta jatah ke Jokowi). Itu ada asas kepatutan,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

“You lihat aja, kalau yang lain (PKB) kursinya sepertiga, minta 10 (kursi menteri), terus kami minta berapa?” sambungnya.

Kemudian, ia mengatakan pengisian kursi menteri adalah sepenuhnya hak prerogatif Jokowi sebagai presiden terpilih 2019-2024.

Sebagai pemenang pemilu legislatif 2019, ia meminta kepada rekan-rekan partai koalisinya agar tidak mengklaim pembagian jatah kursi menteri tersebut.

“Kalau itu merupakan kewenangan presiden, kami serahkan pada presiden.”

“Dan sebagai partai terbesar kami juga harus memberikan tuntunan, memberikan teladan, ya tidak klaim-klaim seperti itu,” tuturnya.

Selain itu, menurutnya, permintaan jatah kursi menteri itu hanya manuver-manuver politik di media massa.

“Kadang-kadang menyampaikan itu hanya untuk mengisi berita media,” cetusnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, mengusulkan 10 nama kepada Jokowi untuk dipertimbangkan menjadi menteri.

Hal tersebut diungkapkan Cak Imin saat dirinya mengajak seluruh pimpinan DPW PKB bersilaturahmi kepada Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/7/2019).

“Saya enggak berani berharap tapi berdoa saja, usulin 10 minimal (kader PKB jadi menteri),” ucap Cak Imin.

Ia mengatakan lebih baik fokus terhadap upaya mempertemukan dua tokoh tersebut, ketimbang berbicara peluang Partai Gerindra gabung koalisi Jokowi-Maruf Amin.

Apalagi, berbicara peluang Partai Gerindra mendapatkan kursi menteri sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019.

“Aduh, soal silaturahmi masa langsung bicara itu (kursi menteri)?” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2019).

“Yang bicara biarlah nanti ada hal-hal yang dibentuk, karena mengisi kabinet dan lain-lain kan tidak gampang.”

“Ini tidak semudah membuat panitia syukuran, kan enggak bisa,” sambungnya.

Anggota Komisi XI DPR ini menilai, membentuk struktur kabinet tidaklah mudah, harus dipikirkan secara matang dan meminta saran dari berbagai kalangan.

“Struktur kabinetnya seperti apa, komposisinya seperti apa, program lima tahun ke depan apa. Jadi tidak mudahlah,” paparnya. [tribunnews]