News  

MK: Tak Ada Bukti Kuat Nepotisme & Abuse of Power Jokowi di Pendaftaran Gibran

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa tidak ada bukti kuat mengenai dugaan adanya nepotisme dan abuse of power Presiden Joko Widodo dalam pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Kesimpulan hakim MK tersebut berdasarkan pertimbangan putusan yang dibacakan dalam sidang, Senin (22/4).

“Menurut Mahkamah tidak terdapat permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dari Pihak Terkait dan hasil verifikasi serta penetapan Pasangan Calon yang dilakukan oleh Termohon telah sesuai dengan ketentuan tersebut serta tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi intervensi Presiden dalam perubahan syarat Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024” kata Hakim Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan atas gugatan Anies-Muhaimin.

Dalam dalil permohonannya, kubu AMIN menyatakan bahwa ada intervensi Jokowi terhadap perubahan syarat capres-cawapres sebagaimana diputus dalam Putusan 90/PUU-XX/2023 soal batas usia capres/cawapres.

Menurut majelis hakim, Putusan 90 itu tidak ‘salah kamar’ karena sudah diputuskan juga di Majelis Kehormatan MK (MKMK).

“Menurut Mahkamah persoalan mengenai penafsiran syarat pasangan calon sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah merupakan ranah pengujian norma dan hal tersebut telah dilakukan oleh Mahkamah melalui putusan pengujian undang-undang sehingga tidak ada persoalan mengenai keberlakuan syarat tersebut,” ujar dia.

Kendati demikian, lanjut Arief, adanya putusan MKMK atas Putusan 90 itu serta-merta bisa membuktikan bahwa dan meyakinkan hakim bahwa ada pengaruh dan upaya nepotisme Presiden Jokowi dalam pencalonan Gibran.

“Terlebih, kesimpulan Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 itu sendiri yang kemudian dikutip dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 141/PUU-XX|/2023 antara lain telah menegaskan MKMK tidak berwenang membatalkan keberlakuan Putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam konteks perselisihan hasil Pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusionalitas syarat, namun lebih tepat ditujukan kepada keterpenuhan syarat dari para pasangan calon peserta Pemilu,” pungkasnya.

(Sumber)