Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mempertanyakan tindaklanjut temuan PPATK terkait 36,67 persen anggaran PSN masuk dompet ASN dan politikus.
“Artinya, anggaran PSN banyak dikorupsi oleh pejabat negara dan politikus. Ini jumlah yang dikorupsi, sangat tidak masuk akal, dan menjadi yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia, atau mungkin dunia,” kata Anthony, Jakarta, Sabtu (18/5/2024).
Tidak heran, kata Anthony, Presiden Jokowi begitu produktif dalam menelorkan PSN. Tahun demi tahun, anggarannya selalu naik.
Anehnya lagi, proyek-proyek yang masuk daftar PSN, justru tidak strategis. Misalnya, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, atau Bandara Kertajati. “Di mana letak strategisnya? Tolong tunjukkan,” kata Anthony.
Dan masih banyak proyek-proyek lainnya yang diberi status ‘strategis’ tanpa ada makna ‘strategis’ yang sejati. Karena, memang tidak pernah ada kriteria ‘strategis’ yang jelas. Main pokoknya saja.
Pemerintah tinggal menyematkan kata ‘strategis’, maka jadilah Proyek Strategis Nasional disingkat PSN. Seperti perumahan Pantai Indah Kapauk (PIK 2) atau Bumi Serpong damai (BSD) yang baru-baru ini dihadiahi status PSN oleh Jokowi.
“Di mana letak strategisnya? Proyek perumahan yang sudah berjalan puluhan tahun, tiba-tiba menjelma menjadi PSN. Ini pertanyaan besar,” tandasnya.
Menurut Kemenko Perekonomian, lanjut Anthony, jumlah PSN mencapai 190 proyek. Nilainya mencapai Rp1.515 triliun. Anggaran APBN yang tersedot ke proyek infrastruktur, atas nama PSN tersebut.
“Anggaran untuk PSN mengalahkan anggaran sosial untuk mengatasi kemiskinan dan kekurangan gizi (stunting). Akibatnya, kemiskinan naik dari 9,22 persen pada 2019, menjadi 9,57 persen pada 2022,” terang Anthony.
Dengan kata lain, kebocoran atau korupsi PSN mencapai 36,67 persen, seperti diungkap PPAT, identik dengan kejahatan kemanusiaan, mengambil hak masyarakat, dan mengakibatkan kemiskinan meningkat.
“Pada saatnya, temuan PPATK ini wajib diusut tuntas. Semua nama yang terlibat, ASN dan politisi, sudah ada di tangan PPATK. Aparat penegak hukum tinggal memeriksa saja, dan menghukum seberat-beratnya kepada mereka yang terbukti bersalah,” pungkasnya.
(Sumber)