News  

Indonesia Siaga! BMKG Prediksi 3 Wilayah Ini Terancam Kekeringan 5 Bulan Lamanya

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali memperingatkan ancaman yang mengintai sejumlah wilayah di Indonesia saat musim kemarau. Dengan beruntun mengeluarkan peringatan dini perihal kondisi iklim dan kesiapsiagaan kekeringan 2024.

BMKG memprediksi, kondisi kekeringan selama kemarau akan mendominasi hingga bulan September 2024. Sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami kekeringan pada musim kemarau. Terutama wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang sudah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) yang cukup panjang.

Saat ini, BMKG melaporkan, sekitar 19% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Deretan wilayah tersebut diantaranya Aceh, Sumatra Utara, Riau, pesisir utara dan selatan Pulau Jawa, Bali bagian Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan sebagian Nusa Tenggara Timur (NTT).

Di sisi lain, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan, secara khusus ada 3 wilayah di RI yang bakal mengalami kekeringan selama 5 bulan, mulai Juni sampai bulan Oktober 2024. Karena itu, dia meminta pemerintah gerak cepat melakukan mitigasi mengatasi dampak kekeringan.

“Curah hujan sangat rendah pada Agustus 2024 berpotensi terjadi di Lampung , Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pada September 2024 masih berpeluang terjadi di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur,” kata Dwikorita dalam keterangan di situs resmi, dikutip Kamis (30/5/2024).

“Pada Oktober 2024 kondisi serupa di sebagian Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Timur. Dimulai dari Juni hingga Oktober. Ini perlu disiapsiagakan, perlu mitigasi khusus dampak kekeringan,” tambahnya mengingatkan.

Tak hanya kekeringan. Dwikorita juga mengingatkan telah muncul beberapa titik panas (hotspot) awal di wilayah-wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Untuk itu perlu diwaspadai risiko menengah dan tinggi yang akan terjadi di daerah tersebut,” tegasnya.

“Kami merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk mengisi waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau. Lalu, membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami karhutla ataupun pada lahan gambut,” kata Dwikorita.

Selain itu, imbuh dia, perlu selalu memastikan koneksitas jaringan irigasi dari waduk ke kawasan yang terdampak kekeringan benar-benar memadai. Dengan begitu, upaya modifikasi cuaca dapat terlaksana dengan efektif dan efisien dalam memitigasi potensi bencana kekeringan.

“Daerah yang masih mengalami hujan atau transisi dari musim hujan ke musim kemarau, perlu segera mengoptimalkan secara lebih masif upaya untuk memanen air hujan. Melalui tandon-tandon/ tampungan-tampungan air, embung-embung, kolam-kolam retensi, sumur-sumur resapan, dan sebagainya, seiring dengan upaya mitigasi dampak kejadian ekstrem hidrometeorologi basah yang sedang dilakukan,” ujarnya.

Curah Hujan Sangat Rendah
Dwikorita memaparkan wilayah-wilayah di Indonesia ada yang akan mengalami curah hujan di bawah normal, alias sangat rendah. Sehingga perlu diawasi akan terjadinya dampak kekeringan.

“Daerah dengan curah hujan sangat rendah, kurang dari 50 mm per bulan, perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dampak kekeringan,” terangnya.

Daerah tersebut meliputi sebagian Lampung, lalu Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT), serta sebagian Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (kondisi Agustus 2024).

“Sementara itu, pada September 2024, curah hujan di bawah 50 mm per bulan masih berpeluang terjadi di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur,” papar Dwikorita.

Sementara di bulan Oktober 2024 diprediksi kondisi curah hujan di bawah 50 mm per bulan masih akan berlangsung di sebagian Jawa Timur, NTB, NTT.

“Jadi tampaknya Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur mengalami curah hujan sangat rendah di bawah 50 mm per bulan dimulai pada bulan Juni, berlangsung terus hingga Juli, Agustus juga masih, September juga, dan Oktober,” ujarnya.

“Cukup lama. 5 bulan. Nah ini yang perlu disiasiagakan,” tegas Dwikorita.

Modifikasi Cuaca
Dwikorita menuturkan, hasil pemantauan terhadap anomali iklim global menunjukkan, masih ada peluang pertumbuhan awan-awan hujan di sekitar wilayah Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai upaya mitigasi dan antisipasi sebelum memasuki puncak musim kemarau.

Salah satu upaya atau langkah mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC). Tujuannya untuk mengoptimalkan pertumbuhan awan hujan pada periode transisi sebelum memasuki puncak kemarau sehingga bisa mengisi tampungan air atau waduk di daerah yang berpotensi mengalami kekeringan tersebut.

“BMKG melalui Deputi Modifikasi Cuaca menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan TNI Angkatan Udara untuk melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) secara serempak di Pulau Jawa,” sebutnya.

“Langkah tersebut dilakukan dengan mengisi air di 35 waduk guna mengamankan pasokan air terutama pada jaringan irigasi pertanian, sehingga dapat mencukupi kebutuhan air selama musim kemarau. Kegiatan ini mulai dilakukan pada 30 Mei 2024 hingga 10 Juni 2024 dengan 4 posko yang berlokasi di Jakarta, Bandung, Solo, dan Surabaya,” paparnya.

Menurut Dwikorita, operasi ini didukung 4 pesawat jenis CASA 212 milik TNI AU dari Lanud Abd. Rahman Saleh Malang. Setiap posko akan bertanggung jawab untuk mengisi waduk/bendungan yang masuk dalam area jangkauan posko tersebut.

(Sumber)