Terdapat banyak ibadah yang disyariatkan untuk umat Islam yang beberapa di antaranya boleh ditinggalkan dalam kondisi tertentu. Namun, ada satu ibadah yang tidak dapat ditinggalkan dalam kondisi apa pun sebelum datangnya kematian.
Ibadah yang tidak dapat ditinggalkan dalam kondisi apa pun sebelum datangnya kematian adalah salat. Mengutip buku Ibadah dan Mu’amalah karya Rohmansyah, dari segi bahasa salat adalah bentuk masdar dari kata Shalla-Yushalli-Shalatan wa tasliyan yang memiliki arti berdoa.
Sedangkan dari segi istilah, salat adalah ibadah khusus yang mengandung suatu ucapan dan perbuatan yang dibuka dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Kedudukan Salat dalam Islam
Dinukil dari kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Abu Aulia dan Abu Syauqina, salat memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Kedudukan tersebut tidak dimiliki oleh ibadah-ibadah lain. Rasulullah SAW bersabda,
“Islam ada puncak segala sesuatu dan salat adalah tiangnya. Ujung tombaknya ada jihad di jalan Allah.”
Salat merupakan ibadah pertama yang diwajibkan oleh Allah SWT. Allah SWT menyampaikan kewajiban tersebut kepada Rasulullah SAW saat malam Isra’ Mi’raj. Anas RA berkata, “Salat diwajibkan kepada Rasulullah SAW pada saat beliau diangkat ketika malam Isra’, yaitu sebanyak 50 kali, kemudian dikurangi hingga 5 kali. Lalu, dipanggillah Rasulullah SAW, ‘Wahai Muhammad, sungguh, perkataan-Ku tidak bisa diganti-ganti. Dengan 5 ini, kamu mendapatkan 50’.”
Salat juga merupakan ibadah yang pertama kali dihisab nantinya. Abdullah bin Qarth bercerita, Rasulullah SAW bersabda, “Sesuatu yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah salat. Jika salatnya baik, maka seluruh amalnya akan baik. Jika salatnya rusak, maka rusaklah seluruh amalnya.”
Menukil buku Fiqih Seputar Wanita karya A.R. Shohibul Ulum, karena kedudukannya yang agung, Nabi Ibrahim AS memohon kepada Allah SWT agar dimasukkan ke dalam golongan orang yang mendirikan salat. Hal ini diceritakan pada surah Ibrahim ayat 40
رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاۤء
Artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan sebagian anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”
Hukum Meninggalkan Salat
Sarjuni dalam buku Mengenal Allah Melalui Ibadah Shalat menjelaskan salat merupakan kewajiban mutlak yang kewajiban pelaksanaannya tidak berhenti sekalipun dalam keadaan takut. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 238-239,
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ ٢٣٨ فَاِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا اَوْ رُكْبَانًا ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ ٢٣٩
Artinya: “Peliharalah semua salat (fardu) dan salat Wusṭā. Berdirilah karena Allah (dalam salat) dengan khusyuk. Jika kamu berada dalam keadaan takut, salatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Lalu, apabila kamu telah aman, ingatlah Allah (salatlah) sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui.”
Dijelaskan dalam buku Fikih Sunnah, orang yang meninggalkan salat karena mengingkari dan tidak mengakui kewajibannya termasuk orang kafir dan dianggap murtad dari Islam. Jika seseorang meninggalkan salat karena malas atau sibuk dengan sesuatu yang tidak perlu menurut syariat tetapi masih mengimani salat sebagai kewajiban, ia dianggap pula sebagai orang kafir menurut beberapa hadits.
Diriwayatkan dari Buraidah, Rasulullah SAW bersabda, “Perjanjian di antara kita dan mereka adalah salat. Barang siapa meninggalkannya, maka ia kafir.” (HR Tirmidzi, Hakim, Ibnu Majah, Ahmad, Daruquthni, dan Baihaqi)
Masalah meninggalkan salat juga ada pada hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Ash. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menjaga salat, maka ia akan menjadi cahaya, petunjuk, dan keselamatan baginya di hari Kiamat. Dan siapa saja yang tidak menjaganya, maka ia tidak akan menjadi cahaya, petunjuk, dan keselamatan baginya. Di hari Kiamat nanti, ia akan (dikelompokkan) bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubai bin Khalaf.” (HR Ahmad)