Ini Alasan Pariwisata Indonesia Kalah Dari Negara-negara Lain di ASEAN

Berdasarkan Travel Tourism Development Index (TTDI) atau Indeks Kinerja Pariwisata, Indonesia berada di peringkat ke-22 dari 119 negara di dunia. Sementara itu, di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN, Indonesia berada di peringkat kedua, serta peringkat keenam untuk kawasan Asia Pasifik.

Meningkatnya kinerja pariwisata Indonesia ini, belum membuat Presiden Joko Widodo puas akan prestasi tersebut.

“Kita tahu di TTDI, Indonesia naik peringkat dari 32 menjadi ke 22. Tapi kita masih tertinggal, kalah dengan Malaysia, Singapura, dan yang terakhir kita kalah juga dengan Vietnam. Meskipun naik tapi kita hanya di urutan kelima ASEAN,” kata Jokowi dalam Digitalisasi Pelayanan Perizinan Penyelenggaraan Event, Senin (24/6/2024), dikutip berita Kompas.com.

Menanggapi hal tersebut, Pendiri Pusat Kepariwisataan ITB, Myra Puspasari Gunawan mengungkapkan alasan kalahnya pariwisata Indonesia dari Vietnam. Pelaku dan Pemerhati Wisata Kritik Pencabutan Status Internasional di 17 Bandara Artikel Kompas.id

Myra menyampaikan bahwa setidaknya, ada dua alasan utama yang menyebabkan pariwisata negara lain ASEAN lebih unggul daripada Indonesia.

Dimulai dari posisi geografi yang memengaruhi orang-orang bepergian dari satu negara ke negara lainnya.

“Lihat dari peta ASEAN, posisi geografi Indonesia kurang menguntungkan untuk pergerakan antarnegara ASEAN,” kata Myra saat bergabung secara daring dalam Weekly Press Briefing, Senin (1/7/2024). Posisi ini menjadi penting.

Sebab, menurut dia, pergerakan wisatawan di dalam ASEAN masih dominan. “Kita lihat Myanmar, Thailand, Kamboja, dan seterusnya, mereka beredekatan dan mudah sekali dicapai dengan akses darat,” tambah Myra.

Begitu juga dengan letak Malaysia-Singapura dan Malaysia-Thailand, yang lebih mudah diakses, seperti kata Myra. Selain geografi, Myra juga menyoroti perbedaan besar jumlah penduduk di Indonesia dan secara spesifik, di Vietnam. Penduduk Indonesia mencapai 280 juta orang, sementara Vietnam memiliki 98 juta penduduk.

“Peluang Indonesia untuk mendapat turis internasional, tidak sebanyak peluang Vietnam mendapat turis internasional dari ASEAN,” ungkap Myra.

Dikutip dari tulisan Rhenald Kasali dalam Harian Kompas, Myra menuturkan, masih ada faktor lain yang memengaruhi keunggulan pariwisata sejumlah negara di ASEAN. Alasan tersebut adalah penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) yang gencar diterapkan di negara-negara seperti Singapura, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

“Barangkali kita perlu melakukan monitor dan tidak berdiam diri atas berbagai kasus dalam pembangunan destinasi wisata, tanpa mengurangi penghargaan saya terhadap capaian-capaian yang sudah ada,” jelas Myra.

Misalnya, pembangunan tempat wisata yang mengganggu atau merusak lingkungan, tidak efektifnya sarana wisata yang dibangun, serta munculnya protes masyarakat. Baca juga: China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia “Itu adalah gejala-gejala bagaimana aspek sosial dan lingkungan yang berkaitan dengan pariwisata,” tuturnya.

Meski peringkat Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) 2013-2019 atau TTDI Indonesia meningkat, Myra mengatakan bahwa business environment dan health and hygiene pariwisata yang masih sangat rendah.

“Transportasi mengalami peningkatan, tetapi tourist infrastructure masih lebih tertinggal karena kita sering kali sangat fokus pada kebutuhan transportasi, bukan infrastruktur turis,” jelas Myra. Adapun rangking cultural resources pariwisata Indonesia yang mendapat nilai tinggi, nyatanya memiliki nilai rendah.

Menurut Myra, penting untuk menggalang kerja sama dengan kebudayaan dan menjadikan hal ini sebagai modal untuk sumber daya pariwisata. “Kita lebih banyak memanfaatkan kebudayaan untuk berbagai acara, tetapi sebagai sumber daya, kelihatannya masih perlu digarap lebih banyak lagi,” jelas dia.

 

(Sumber)